Menapaki Jejak 'Sugar Daddy' Terkaya RI, Raja Gula Asal Semarang

Mentari Puspadini, CNBC Indonesia
22 July 2024 07:50
Kota Lama, Semarang
Foto: Daerah kekuasaan Oei Tiong Ham di Kota Lama, Semarang, Jawa Tengah. (Dok. Mentari Puspadini)

Semarang, CNBC Indonesia - Indonesia pernah memiliki raja gula terkaya yang berhasil memupuk kekayaan sebesar 200 juta gulden atau setara Rp 44 triliun. Tak hanya bergelimang harta, hidupnya pun dipenuhi wanita.

Adalah Oei Tiong Ham, pria kelahiran Semarang pendiri salah perusahaan gula terbesar di dunia, Oei Tiong Ham Concern (OTHC) pada tahun 1893. Bisnisnya melesat pada tahun 1910-1920 saat OTHC berhasil mengekspor 200 ribu ton gula, mengalahkan perusahaan Barat.

Bahkan, OTHC sukses menguasai 60% pasar gula di Hindia Belanda. Kantor cabangnya pun tersebar di seluruh dunia, mulai dari India, Singapura hingga London.

Di samping lihai berbisnis, semasa hidup, Oei Tiong Ham tercatat memiliki banyak gundik, 8 istri, dan 26 anak. Kecenderungan pria dewasa kaya yang memiliki wanita simpanan di masa kini kerap kali dijuluki dengan sebutan 'Sugar Daddy'.

Lantas, bagaimana cerita masa kejayaan Oei Tiong Ham sebagai raja gula? Simak catatan perjalanan CNBC Indonesia kala menapaki daerah kekuasaannya di Kota Lama, Semarang, Jawa Tengah.

Sang Raja Gula

Terik matahari Semarang saat itu tengah menyengat. Meski demikian, hal ini tidak menyusutkan semangat Rofiq, pemandu wisata setempat untuk menjelaskan asal-muasal bangunan di kawasan Kota Lama.

Memang, Kota Lama dikenal sebagai pusat perdagangan pada abad 18-19. Kawasan ini berkembang pesat di tengah masa kejayaan Oei Tiong Ham.

Perjalanan pun dimulai dari sisi Selatan Kota Lama, tepatnya di gedung Manod Diephuis & Co. Gedung ini merupakan kantor milik Oei Tiong Ham yang disewakan ke perusahaan asuransi Manod.

Menurut keterangan Rofiq, selain menjadi kantor perusahaan asuransi, gedung dengan arsitektur khas Belanda tersebut juga pernah disewakan menjadi kantor makelar, kantor penjual pupuk bahkan Bursa Efek pertama di zaman Hindia Belanda.

Kota Lama, SemarangFoto: Rofiq, Pemandu Wisata Kota Lama di depan Gedung Manod Diephuis & Co, Semarang, Rabu (17/7/2024). (dok: Mentari Puspadini)

"Gedung ini bursa efek pertama kali di Indonesia asal Semarang. Hadir sekitar tahun 1930-an. Saya pernah dapat kertas grafik penjualan saham gula," tutur Rofiq, di sela Press Tour yang diadakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada Rabu, (17/7/2024).

Hal tersebut diucapkan Rofiq seraya menunjukkan beberapa koleksi dokumen antik milik Oei Tiong Ham di ponselnya. Tak ayal, selain menjadi pemandu wisata, ia berprofesi sebagai penjaja barang antik di kawasan Kota Lama.

Saksi Keruntuhan Bisnis

Perjalanan pun berlanjut. Derap Rofiq membawa pesertanya ke Gedung Kantor Dagang OTHC yang kini asetnya telah menjadi milik PT Rajawali Nusindo, anak usaha BUMN pangan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau RNI.

Gaya arsitektur Art Deco membuat gedung ini mencuat dari pada bangunan lain di jalan tersebut. Konon katanya, arsitek termahsyur kala itu Liem Bwan Tjie merancang jendela gedung ini dengan kaca khusus. Hal ini membuat sinar matahari bisa menerangi ruangan sepenuhnya, tanpa lampu sekalipun.

Di sisi lain, disulapnya kantor itu menjadi kantor holding BUMN yang lebih dikenal dengan nama ID FOOD ini justru menyimpan cerita pahit bagi masa kejayaan Oei Tiong Ham.

"Gedung ini bursa efek pertama kali di Indonesia asal Semarang. Hadir sekitar tahun 1930-an. Saya pernah dapat kertas grafik penjualan saham gula," tutur Rofiq, di sela Press Tour yang diadakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada Rabu, (17/7/2024).

OTHCFoto: Perabotan di dalam salah satu gedung peninggalan Oei Tiong Ham di Semarang, Rabu, (17/7/2024). (Dok. Mentari Puspadini)

Hal tersebut diucapkan Rofiq seraya menunjukkan beberapa koleksi dokumen antik milik Oei Tiong Ham di ponselnya. Tak ayal, selain menjadi pemandu wisata, ia berprofesi sebagai penjaja barang antik di kawasan Kota Lama.

Saksi Keruntuhan Bisnis

Perjalanan pun berlanjut. Derap langkah Rofiq membawa pesertanya ke Gedung Kantor Dagang OTHC yang kini asetnya telah menjadi milik PT Rajawali Nusindo, anak usaha BUMN pangan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau RNI.

Gaya arsitektur art deco membuat gedung ini mencuri perhatian di antara bangunan lain di jalan tersebut. Konon katanya, arsitek termahsyur kala itu Liem Bwan Tjie merancang jendela gedung ini dengan kaca khusus. Hal ini membuat sinar matahari bisa menerangi ruangan sepenuhnya, tanpa lampu sekalipun.

Di sisi lain, disulapnya kantor itu menjadi kantor holding BUMN yang lebih dikenal dengan nama ID FOOD ini justru menyimpan cerita pahit bagi masa kejayaan Oei Tiong Ham.

Diketahui, Oei Tiong Ham meninggal pada 6 Juli 1942 dengan mewariskan gurita bisnis bagi anak-anaknya. Sayangnya, terjadi masalah yang mendera sehingga perusahaan harus runtuh dalam semalam.

Cerita bermula saat para pewaris OTHC mengajukan tuntutan ke pengadilan Belanda untuk meminta kembali uang deposito jutaan gulden yang disimpan ke De Javasche Bank (cikal bakal Bank Indonesia). Tadinya, pemerintah Indonesia ingin memakai uang itu untuk membangun pabrik gula.

Singkat cerita, tuntutan itu lantas dimenangkan oleh para pewaris. Pemerintah pun menurut, tetapi pihak keluarga menganggap ini adalah awal dari malapetaka kerajaan bisnis OTHC.

"Pengembalian inilah yang menurut Oei Tjong Tay (putra Oei Tiong Ham) mendorong pemerintah mencari-cari alasan untuk menyita seluruh aset OTHC di Indonesia," tulis Benny G. Setiono dalam Tionghoa dalam Pusaran Politik (2003).

Tak lama berselang, setelah tuntutan itu, pada 1961 tiba-tiba Pengadilan Semarang memutuskan OTHC melanggar peraturan tentang valuta asing. Tepat pada 10 Juli 1961, barang-barang bukti yang tersangkut peristiwa pun dirampas dan disita negara.

Penyitaan yang terjadi dalam waktu sehari itu termasuk juga harta warisan Oei Tiong Ham. Hasil penyitaan inilah yang menjadi aset untuk modal pendirian BUMN tebu bernama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) pada 1964. Semenjak itu, kejayaan klan Oei Tiong Ham sirna.

Bergelimang Harta & Wanita

Waktu telah berganti malam saat Rofiq memandu pengunjung untuk masuk ke sebuah restoran ternama dekat jantung Kota Lama. Menurut penuturannya, di dalam restoran tersebut, tersimpan brangkas penyimpan uang Oei Tiong Ham.

Dengan percaya diri, Rofiq mengantar peserta tournya masuk ke Restoran 'Pringsewu'. Terlihat, beberapa pengunjung yang tengah menyantap makanan heran melihat kedatangan rombongan yang tiba-tiba menyesap masuk ke dalam dapur restoran tersebut.

"Oei Tiong Ham disebut suka menghabiskan waktu bekerja di bunker ini dari pada di kantornya," jelas Rofiq sembari berusaha keras membuka pintu bunker yang ukurannya hampir dua kali lebih besar dari tubuhnya.

Brankas penyimpanan uang Oei Tiong HamFoto: Brankas penyimpanan uang Oei Tiong Ham di Restoran Pringsewu, Semarang, Rabu, (17/7/2024). (dok. Mentari Puspadini)

Kesenangan Oei atas bekerja ini menjadi salah perhatian putrinya, Oei Hui Lan. Dalam memoar berjudul No Feast Lasts Forever (1975), Hui Lan yang sempat menjadi ibu negara China periode 1926-1927 ini mengaku hidupnya kesepian meski bergelimang harta.

Ia merasa kehilangan figur ayah karena Oei Tiong Ham sibuk berbisnis. Lalu saat beranjak dewasa dia harus menelan fakta pahit bahwa ayahnya mendua dengan perempuan lain karena ingin punya anak laki-laki.

Semasa hidup, Oei Tiong Ham memiliki banyak gundik, 8 istri, dan 26 anak. Bahkan, Oei Hui Lan menyebut ayahnya punya lebih dari 42 anak dari gundik-gundiknya.

Maka tak ayal, jauh sebelum sebutan 'Sugar Daddy' muncul, Oei Tiong Ham Sang Raja Gula ini bak berhasil menyabet julukan tersebut. Terlepas dari penafsirannya secara harfiah atau pun tidak.


(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kisah Raja Gula RI, Jadi Sugar Daddy dan Punya 26 Anak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular