Ternyata Wamenkeu Thomas Djiwandono Cicit Pendiri BNI

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
Kamis, 18/07/2024 15:35 WIB
Foto: Wamenkeu Thomas Djiwandono. (Tangkapan Layar Youtube)

Jakarta, CNBC Indonesia - Thomas Djiwandono resmi dilantik Presiden Joko Widodo atau Jokowi menjadi wakil menteri keuangan II. Meskipun tercatat sebagai politisi Partai Gerindra, keponakan Prabowo Subianto ini terbilang sangat dekat dengan dunia ekonomi sejak lahir.

Pelantikan berlangsung di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (18/7/2024) Dengan demikian, Sri Mulyani memiliki dua wakil yaitu Suahasil Nazara dan Thomas Djiwandono.


Tommy, sapaan akrab Thomas, merupakan anak dari mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Soedradjad Djiwandono. Adapun Soedradjad adalah suami dari Biantiningsih Miderawati, kakak kandung Prabowo Subianto. Dengan demikian dia juga merupakan cicit dari R.M Margono Djojohadikusumo, pendiri Bank BNI 46.

Setelah kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Margono memiliki gagasan untuk membangun bank sentral di Tanah Air. Namun dia memiliki pandangan berbeda dengan Soerachman mengenai konsep bank sentral tersebut. 

Margono, saat itu Ketua Dewan Pertimbangan Agung, berpendapat kalau Indonesia perlu mendirikan bank sentral dari jerih payah bangsa Indonesia sendiri, bukan warisan bank asing. Alasannya, sejak masa kolonial Indonesia tidak memiliki bank nasional buatan asli Indonesia. Dengan semangat nasionalisme, jelas ini adalah momentum yang tepat untuk mendirikan bank sentral baru.

Pada sisi lain, Menteri Kemakmuran kala itu Soerachman tidak setuju. Pandangannya lebih praktis. Menurutnya, dikutip dari buku Dari De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia (2014), Indonesia hanya perlu menghidupkan kembali De Javasche Bank (DJB) buatan Belanda. Pasalnya, bank itu sudah lama mengawal ekonomi negara dan sudah banyak memiliki tenaga mumpuni. jadi tidak perlu susah payah membangun dari nol.

Di tengah perdebatan itu, kabar mengejutkan datang dari Belanda yang datang kembali ke Indonesia dan ingin menghidupkan kembali DJB sebagai bank sentral berdasarkan izin Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tanggal 2 Januari 1946.

Keberadaan DJB jelas mengancam kedaulatan ekonomi negara. Terlebih, DJB hendak mencetak dan mengedarkan uang buatan Belanda untuk mengacaukan ekonomi Indonesia. 

Situasi ini membuat pendapat Margono semakin logis. Pada saat bersamaan, nenek moyang dari Tommy ini memang sudah gerak cepat untuk merealisasikan gagasannya. Dia dikabarkan sudah mendapat restu dari Sukarno dan Hatta untuk mendirikan bank nasional bernama Bank Negara Indonesia sejak September 1945. Sekaligus sudah mengurusi yayasan perbankan milik negara bernama Yayasan Poesat Bank Indonesia.

Pada 5 Juli 1946 pemerintah resmi mendirikan Bank Negara Indonesia (BNI) sebagai bank sentral berdasarkan Perpu No.2 tahun 1946. Selain tugasnya sebagai bank sentral, BNI juga diberi wewenang untuk melakukan kegiatan sebagai bank umum, seperti pemberian kredit, pengeluaran obligasi, dan penerimaan simpanan giro, deposito, atau tabungan.

Pemimpin awal BNI adalah Margono sendiri. Modal awalnya didapat dari patungan rakyat Indonesia.

BNI pun menjadi ujung tombak Indonesia bertempur melawan Belanda dalam bidang ekonomi. Perang ini membuat terjadinya dualisme bank sentral di Indonesia.

Hal ini kian panas ketika BNI menerbitkan uang dengan nama Oeang Republik Indonesia (ORI) untuk menyaingi uang buatan DJB, yang mengeluarkan uang NICA. Alhasil, timbul peperangan mata uang atau currency war.

Seiring berjalannya waktu, situasi berubah. Perang melawan Belanda sudah selesai tahun 1949. Lalu pada 1953 tugas BNI sebagai bank sentral memudar usai pemerintah mengambil alih DJB dan mengubahnya menjadi Bank Indonesia.

Bank Indonesia kemudian diberi tugas sebagai bank sentral. Puncaknya terjadi pada 1968 ketika status BNI sebagai bank sentral resmi dicabut dan diubah menjadi bank BUMN.


(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Prabowo Kucurkan 6 Insentif, Puluhan Saham Ini Bisa Pesta Pora