IHSG Sesi I Loyo, Ternyata Ini Penyebabnya
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali melemah pada perdagangan sesi I Selasa (16/7/2024), meski ada sedikit kabar baik dari Amerika Serikat (AS).
Hingga pukul 12:00 WIB, IHSG melemah 0,48% ke posisi 7.243,94. Kendati parkir di zona merah, IHSG masih cenderung bertahan di level psikologis 7.200.
Nilai transaksi indeks pada sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp 4 triliun dengan melibatkan 7,1 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 554.265 kali. Sebanyak 251 saham menguat, 262 saham melemah, dan 263 saham cenderung stagnan.
Beberapa saham menjadi penekan (laggard) IHSG pada sesi I hari ini. Berikut daftarnya.
Saham energi baru terbarukan (EBT) milik konglomerat Prajogo Pangestu yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) kembali menjadi penekan terbesar pada sesi I hari ini, yakni mencapai 9,7 indeks poin.
BREN tercatat turun 3,04% ke level 8.775 pada sesi I hari ini. Kemudian BBCA yang juga menjadi pemberat IHSG hari ini turun 1% ke level 9.950.
Adapun IHSG kembali melemah meski ada sedikit kabar menggembirakan dari Negeri Paman Sam, di mana pernyataan Ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) kembali bernada dovish.
"Pada kuartal kedua, sebenarnya, kami berhasil mencapai beberapa kemajuan" dalam mengendalikan inflasi, Kami memiliki tiga pembacaan yang lebih baik, dan jika Anda menghitung rata-ratanya, itu adalah hasil yang cukup bagus," kata Powell pada sebuah acara di Economic Club of Washington.
Hal ini dapat menambah keyakinan bahwa laju kenaikan harga kembali ke target The Fed secara berkelanjutan, pernyataan yang menunjukkan peralihan ke penurunan suku bunga mungkin tidak akan lama lagi.
Inflasi pada kuartal kedua naik pada laju tahunan sebesar 2,1%, tidak termasuk komponen makanan dan energi yang bergejolak, dan indeks tersebut cenderung lebih tinggi daripada indeks harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi yang disukai oleh The Fed. Data PCE untuk bulan Juni baru akan dirilis minggu depan.
Deskripsi Powell mengenai perekonomian menunjukkan bahwa ia memandang perekonomian dengan cara yang penting sebagai kembali ke keseimbangan yang memungkinkan kembalinya inflasi secara stabil sesuai target bank sentral, dan memberi The Fed lebih banyak ruang untuk mencoba melindungi sisi lapangan kerja penuh negara tersebut.
Di lain sisi, investor di dalam negeri tampaknya masih cenderung wait and see menanti keputusan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) pada Rabu besok, di mana Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI akan dimulai pada hari ini hingga besok.
Konsensus CNBC Indonesia yang dihimpun dari 12 lembaga/institusi yang mayoritas memperkirakan BI akan tetap di level 6,25% atau tidak mengalami kenaikan maupun diturunkan pada pertemuan Juli ini. Namun satu suara menunjukkan ada potensi BI rate akan dinaikkan bulan ini.
Sebelumnya, pada RDG BI Juni lalu, BI mempertahankan suku bunganya pada level 6,25% yang konsisten dengan kebijakan moneter pro-stability sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025.
Gubernur BI, Perry Warjiyo menjelaskan bahwa ditahannya suku bunga acuan ini juga mempertimbangkan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global di tengah prospek perekonomian dunia yang lebih kuat.
Ia menganggap, pertumbuhan ekonomi global pada 2024 akan mencapai 3,2% lebih tinggi dari perkiraan awal, terutama karena ditopang baiknya pertumbuhan ekonomi India dan China.
CNBC INDONESIA RESEARCH
market@cnbcindonesia.com
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)