Ada Kabar Baik Dari AS, IHSG Dibuka Menguat Lagi

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
Rabu, 10/07/2024 09:28 WIB
Foto: Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (6/10/2021). Indeks Harga Saham Gabungan berhasil mempertahankan reli dan ditutup terapresiasi 2,06% di level 6.417 pada perdagangan Rabu (06/10/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau cenderung menguat pada awal perdagangan sesi I Rabu (10/7/2024), di tengah kepercayaan diri pasar bahwa era suku bunga tinggi dapat berakhir setidaknya pada penghujung tahun ini.

IHSG dibuka menguat 0,29% ke posisi 7.291,05 pada pembukaan perdagangan hari ini. Selang 23 menit setelah dibuka, penguatan IHSG cenderung terpangkas sedikit menjadi 0,19% ke 7.283,95.

Nilai transaksi IHSG pada awal sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp 1,5 triliun dengan volume transaksi mencapai 6,8 miliar lembar saham dan ditransaksikan sebanyak 190.939 kali.


IHSG cenderung kembali menguat, seiring dengan kabar positif bahwa ketua bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed), yakni Jerome Powell khawatir dengan era suku bunga higher for longer.

Powell menyatakan kekhawatiran bahwa menahan tingkat suku bunga terlalu tinggi terlalu lama dapat membahayakan pertumbuhan ekonomi. Powell menyebut ada sedikit penurunan inflasi secara konsisten yang sejalan dengan target The Fed yakni ke kisaran 2%.

"Setelah kemajuan menuju target inflasi 2% pada awal tahun ini berjalan lambat, pembacaan data inflasi terbaru menunjukkan adanya kemajuan lebih lanjut yang moderat. Data yang lebih baik akan memperkuat keyakinan kami bahwa inflasi bergerak secara berkelanjutan menuju 2%," tutur Powell, dikutip dariReuters.

Inflasi AS melandai ke 3,3% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Juni 2024, dari 3,4% (yoy) pada Mei 2024. Inflasi inti pengeluaran pribadi AS (PCE) melandai ke 2,6% (yoy) pada Juni 2024, dari 2,8% pada Mei.

Sebagai catatan, suku bunga The Fed saat ini berada di kisaran 5,25%-5,50%, level tertinggi dalam 23 tahun terakhir. The Fed sudah mengerek suku bunga selama 11 pertemuan dari Maret 2022 hingga Juli 2023. Suku bunga 5,25-5,50% sudah bertahan selama setahun atau hingga saat ini.

Kendati inflasi sudah melandai, Powell mengingatkan jika inflasi bukanlah satu-satunya risiko yang kini dihadapi AS. Dia mengisyaratkan ada risiko yang dihadapi ekonomi AS jika suku bunga tinggi ditahan terlalu lama.

"Mengingat kemajuan yang telah dicapai baik dalam menurunkan inflasi maupun dalam mendinginkan pasar tenaga kerja selama dua tahun terakhir, inflasi yang tinggi bukanlah satu-satunya risiko yang kita hadapi. Terlalu lambat atau terlalu sedikit mengurangi kebijakan yang restraint (mengekang) bisa melemahkan kegiatan ekonomi dan ketenagakerjaan secara tidak semestinya," imbuhnya.

Menyusul pernyataan Powell, pasar berekspektasi dengan probabilitas 71% jika The Fed akan mulai memangkas suku bunga pada September dan kemungkinan akan diikuti dengan pemangkasan tambahan seperempat persen menjelang akhir tahun.

Namun, anggota Federal Open Market Committee (FOMC) dalam pertemuan Juni mereka hanya menunjukkan satu pemangkasan.

Pada pertemuan The Fed tanggal 11-12 Juni, proyeksi median dari 19 pejabat The Fed menunjukkan hanya satu kali pemotongan suku bunga seperempat persen hingga akhir tahun, tetapi sejak itu data inflasi datang lebih lemah dari yang diharapkan.

Bagi Indonesia, pernyataan Powell yang lebih lunak ini diharapkan bisa menjadi sentimen positif bagi pasar keuangan, termasuk rupiah, IHSG dan obligasi pemerintah.

Jika The Fed memangkas suku bunga maka ketidakpastian akan mengecil di pasar keuangan global. Dana asing juga diharapkan berbondong-bondong ke pasar keuangan dalam negeri sehingga rupiah, IHSG, dan harga obligasi menguat.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Saat Israel Vs Iran "Memanas", Saham Sektor Ini Malah Menguat!