
Jelang Rilis Risalah FOMC, Dolar Menguat ke Rp16.375/US$

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah sesaat setelah pembukaan perdagangan hari ini.
Menurut data Refinitiv nilai tukar rupiah pada perdagangan Selasa (2/7/2024) terhadap dolar AS dibuka Rp16.325/US$. Sesaat setelah pembukaan dolar lalu terus naik hingga menyentuh Rp16.375/US$, melemah 0,3%.
Para pelaku pasar menanti pidato Ketua The Fed Jerome Powell di acara Diskusi Panel Kebijakan oleh Forum Bank Sentral Eropa (ECB) tentang Perbankan Sentral 2024 di Sintra, Portugal.
Cukup penting diperhatikan bagaimana komentar Powell terhadap kondisi ekonomi global terkini dan prospek kebijakan moneter the Fed mendatang, terutama kini memasuki semester II/2024 sudah semakin dekat dengan pemilu AS.
Investor juga menantikan rilis risalah pertemuan The Fed atau FOMC Minutes, ini patut dicermati oleh pelaku pasar lantaran akan ada pengumuman risalah the Fed yang berisi tentang gambaran ekonomi dan kebijakan moneter bank sentral AS ke depan.
Menjelang FOMC Minutes biasanya market juga akan cenderung lebih volatile, lantaran market menghadapi ketidakpastian lagi dari the Fed yang membuat pelaku pasar wait and see.
Sejauh ini, soal suku bunga the Fed, dot plot terkini menunjukkan bahwa para pengambil kebijakan hanya memperkirakan satu kali penurunan suku bunga pada tahun ini dan empat kali penurunan pada tahun 2025.
Para pelaku pasar hingga saat ini menilai suku bunga The Fed akan dipangkas dua kali hingga akhir tahun ini.
Menurut data perangkat Fedwatch, pemangkasan pertama terjadi pada pertemuan September sebesar 25 basis poin menjadi 5,00% - 5,25%. Peluangnya sebesar 59,9%. Kemudian pada pertemuan Desember akan terjadi pemangkasan suku bunga sekali lagi sebesar 25 basis poin ke 4,75% - 5,00%.
Keyakinan pelaku pasar akan penurunan suku bunga akan terjadi dua kali tahu ini didukung oleh data manufaktur AS yang terus merosot. Sehingga tekanan inflasi pun surut.
Manufaktur AS mengalami kontraksi selama tiga bulan berturut-turut pada bulan Juni karena permintaan tetap lemah, sementara penurunan harga yang dibayarkan oleh pabrik untuk bahan baku ke level terendah dalam enam bulan menunjukkan bahwa inflasi dapat terus mereda.
Manufaktur sedang tertekan oleh suku bunga yang lebih tinggi dan melemahnya permintaan barang, meskipun sebagian besar investasi bisnis masih bertahan.
PMI manufaktur ISM merosot ke 48,5 bulan lalu dari 48,7 di bulan Mei. Angka PMI di atas 50 menunjukkan pertumbuhan di sektor manufaktur, yang menyumbang 10,3% perekonomian. PMI masih berada di atas level 42,5, yang menurut ISM selama periode waktu tertentu mengindikasikan adanya ekspansi perekonomian secara keseluruhan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(ras/ras)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Penyebab Cadangan Devisa RI US$155,7 M: Utang Sampai Devisa Migas