
Menanti Data Inflasi PCE AS, Bagaimana Nasib Rupiah?

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah terpantau mulai menguat tipis terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Namun, ada potensi bergerak volatil menjelang rilis data inflasi PCE AS.
Melansir data Refintiv, rupiah terpantau mengalami apresiasi tipis di hadapan dolar AS sebesar 0,03% ke level Rp16.395/US$ atau sedikit lebih rendah dibandingkan level psikologis Rp16.400/US$.
Sayangnya, meski rupiah mengalami penguatan dalam sehari ini nyatanya masih belum terlalu kuat untuk keluar dari zona terpuruk sejak Pandemi Covid-19.
Pergerakan rupiah tampaknya masih akan volatil pada hari ini, Jumat (28/6/2024). Pasalnya, pada malam hari nanti, data inflasi PCE AS akan dirilis dan diperkirakan oleh konsensus akan melandai menjadi 2,6% year on year/yoy untuk periode Mei. Angka ini cenderung lebih rendah dibandingkan periode April yang tumbuh 2,7% yoy.
Jika hal tersebut benar terjadi atau bahkan inflasi PCE tumbuh tak sampai 2,6%, maka hal ini akan semakin memperbesar potensi pemangkasan suku bunga The Fed dan berujung pada depresiasi DXY.
Menurut data FedWatch dari LSEG, para investor sebagian besar tetap pada pandangan mereka untuk sekitar dua kali pemangkasan suku bunga tahun ini, meskipun The Fed hanya memproyeksikan satu kali pemangkasan.
Sebaliknya, jika inflasi tak sesuai ekspektasi maka pergerakan rupiah masih bisa dalam tekanan.
Beralih ke indeks dolar AS (DXY) pada pagi ini masih terkoreksi tipis 0,04% menjadi 105,88. Koreksi ini melanjutkan pelemahan pada kemarin sebesar 0,12. Kemudian di pasar NDF, pergerakan rupiah kian membaik, tercermin dari penguatan menuju posisi Rp16.381,50/US$.
Sementara itu dari dalam negeri, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan sejumlah kekhawatiran dan perhatiannya terhadap isu ekonomi terkini pada konferensi pers APBN KiTA, Kamis (27/6/2024).
Salah satunya adalah penerimaan pajak yang anjlok hingga 8,4% menjadi hanya sebesar Rp760,4 triliun per Mei 2024. Penerimaan ini turun dibandingkan Rp830,5 triliun pada bulan yang sama 2023. Adapun, realisasi ini jika dibandingkan target pajak tahun ini yang dipatok sebesar Rp1.988,9 triliun baru mencapai 36,2%.
Sri Mulyani mengatakan, setoran pajak yang masih tumbuh pada periode itu hanya berasal dari jenis pajak pertambahan nilai atau PPN dan Pajak Penjualan Barang Mewah atau PPnBM, sebesar Rp 282,34 triliun atau naik 5,72%.
Adapun, jenis pajak lainnya merosot, termasuk setoran untuk pajak penghasilan non migas turun 5,41% menjadi hanya sebesar Rp 443,72 triliun. Lalu, PPh migas hanya Rp 29,31 triliun, turun hingga 20,64%.
Anjloknya setoran PPh itu disebabkan pelemahan harga komoditas tahun lalu yang menyebabkan profitabilitas tahun 2023 menurun, terutama sektor usaha yang terkait komoditas.
Teknikal Rupiah
Secara teknikal dalam basis waktu per jam, pergerakan rupiah mulai nampak sideways atau terkonsolidasi. Kini rupiah sedang menguji posisi MA100, jika ini berhasil ditembus level support terdekat sebagai tanda penguatan bisa menuju ke Rp16.370/US$, ini didapatkan dari low candle intraday pada 25 Juni 2024.
Sebaliknya, jika tidak mampu menembus ke bawah MA100, potensi pelemahan lanjutan masih bisa terjadi menuju Rp16.430/US$ yang diambil dari high candle intraday pada 26 Juni 2024.Dalam basis waktu per jam, level ini sudah diuji sekitar tiga kali.
![]() Pergerakan rupiah melawan dolar AS |
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Anjlok buat Money Changer Antre, Segini Harga Jualnya