Level 'Nyaman' Pengusaha RI, Dolar Kembali ke Rp 15.000-an!

Rosseno Aji Nugroho, CNBC Indonesia
Selasa, 25/06/2024 07:25 WIB
Foto: Ketua Umum APINDO, Shinta W. Kamdani saat konferensi pers KLINGKING FUN 2024, Pesta Diskon Anti Golput di Jakarta, Kamis (1/2/2024). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri manufaktur disebut menjadi sektor yang paling terdampak oleh pelemahan rupiah yang sempat menembus Rp 16.400/US$. Pengusaha meminta pemerintah benar-benar menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sehingga tidak mengganggu dunia usaha.

"Kalau untuk industri yang terpenting stabilitas," kata Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wiraswasta, dikutip Selasa, (25/6/2024).

Gita mengatakan volatilitas rupiah yang ekstrem jelas akan mengganggu usaha sektor tekstil yang masih menggantungkan bahan baku dari impor. Menurut dia, volatilitas rupiah akan menggerus modal mereka.


Dia mengatakan rupiah yang sempat stabil di angka Rp 15 ribuan sebenarnya ideal. Dia meyakini depresiasi rupiah yang telah menyentuh Rp 16 ribu ke atas belakangan ini akan mengganggu arus kas banyak perusahaan.

"Ini kalau melemah terus kan modal kerja kita juga tergerus, jadi kalau sudah Rp 15 ribu ya kami harap Rp 15 ribu," katanya.

Senada, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengatakan industri yang paling terdampak adalah sektor manufaktur padat karya berorientasi ekspor. Khususnya tekstil dan garmen.

"Industri tekstil dan garmen sudah lemah karena penurunan market share pasar domestik dan penurunan daya saing ekspor besar. Depresiasi rupiah semakin menekan sektor ini," kata dia.

Dia mengatakan tekanan dari depresiasi rupiah juga akan dirasakan oleh sektor yang menggantungkan kebutuhan bahan bakunya dari impor. Dia menyebut sektor-sektor yang akan paling terdampak adalah industri otomotif, elektronik, farmasi dan alat kesehatan, serta logistik.

"Bila depresiasi Rupiah dan inflasi kebutuhan pokok berlanjut, industri manufaktur nasional berorientasi domestik akan menghadapi penurunan produktivitas dan kesulitan mempertahankan tenaga kerja," ujar dia.

Shinta mengatakan pengusaha tentu mengapresiasi upaya yang dilakukan pemerintah dan Bank Indonesia dalam melakukan intervensi nilai tukar ini. Namun, dia mengingatkan efektifitas dari kebijakan itu perlu ditingkatkan.

Dia bilang pemerintah perlu memikirkan kebijakan stimulus untuk meningkatkan kinerja ekspor dan investasi. Sebab, kata dia, intervensi di pasar keuangan saja tidak akan cukup.

"Pemerintah perlu menciptakan stimulus peningkatan produktivitas nyata untuk penerimaan valas yang lebih besar melalui peningkatan ekspor dan Foreign Direct Investment," katanya.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS