Setoran Dolar Eksportir ke RI Menyusut, Loh Kenapa?

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
Kamis, 20/06/2024 19:25 WIB
Foto: Petugas menghitung uang dolar di tempat penukaran uang Dolarindo, Melawai, Blok M, Jakarta, Senin, (7/11/ 2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) mencatat adanya penurunan penempatan dana pada instrumen term deposit valuta asing atau valas devisa hasil ekspor (TD Valas DHE). Penurunan ini terjadi di tengah adanya insentif pajak baru yang diberikan pemerintah terhadap eksportir yang memarkirkan dolar hasil ekspornya di Indonesia.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti mengatakan, dana yang tersimpan di instrumen TD Valas DHE per bulan ini sebesar US$ 1,73 miliar, turun dibandingkan dengan periode bulan sebelumnya senilai US$ 1,8 miliar.


"Agak sedikit menurun dibandingkan periode bulan lalu," kata Destry saat konferensi pers di Kantor Pusat BI, Jakarta, Kamis (20/6/2024).

Destry menjelaskan, meski penempatan di instrumen BI itu turun, sebetulnya valas hasil devisa ekspor sumber daya alam (SDA) itu masuk ke instrumen penempatan devisa hasil ekspor lainya, seperti di rekening khusus DHE SDA dalam valuta asing di perbankan atau yang kerap disebut reksus, hingga instrumen keuangan LPEI berupa promissory note valuta asing,

"Sebenarnya TD Valas DHE hanya salah satu bentuk dari salah satu instrumen untuk penempatan DHE SDA. Instrumen lainnya, kalau keseluruhan, itu ada reksus di bank yang menampung TD Valas DHE tersebut, kemudian juga ada time deposit, kemudian ada juga di LPEI," ucap Destry.

Menurut Destry perusahaan atau korporasi memang cenderung lebih banyak menempatkan devisa hasil ekspornya itu ke reksus. Ia mengklaim penempatannya pun naik pesat terindikasi dari data DPK valas perbankan yang naik tinggi.

"Kalau kita lihat reksus di bank, isinya semua TD Valas DHE SDA, khususnya meningkat pesat dan ini juga terindikasi kalau kita lihat DPK Valas naik tinggi sekali, even sudah di adjust dengan kurs rupiah yang saat ini mengalami pelemahan, meningkatnya double digit, 11% lebih, jadi artinya memang dana-dana itu ada di Indonesia, tapi memang tidak semua ditempatkan dalam TD Valas DHE," tegas Destry.

Sebagai informasi, berdasarkan catatan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) DPK valas memang tumbuh drastis pada Januari ke level 2,86%, lalu pada Februari 2024 menjadi 2,88% dan pada Maret turun pertumbuhannya menjadi 0,64%. Namun secara nilai yang sudah menjadi Rp 85,28 triliun menjadi level tertinggi dalam 20 tahun terakhir.

Adapun insentif pajak baru yang ditetapkan Presiden Jokowi dalam PP Nomor 22 Tahun 2024 berupa Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final akan dihitung dengan cara mengalikan tarif Pajak Penghasilan final dengan dasar pengenaan pajak.

Pasal 4 Ayat (2) huruf a dan b PP itu menjelaskan lebih jauh mengenai insentif yang diberikan kepada eksportir yang menempatkan DHE SDA dalam bentuk valuta asing maupun yang sudah dikonversi ke rupiah. Berikut ini merupakan rinciannya.

a. atas penghasilan dari instrumen moneter dan/atau instrumen keuangan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang dananya dalam valuta asing dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan:

1. tarif sebesar 0% (nol persen), untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan lebih dari 6 (enam) bulan;

2. tarif sebesar 2,5% (dua koma lima persen) untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 6 (enam) bulan;

3. tarif sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen), untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 3 (tiga) bulan sampai dengan kurang dari 6 (enam) bulan; atau

4. tarif sebesar 10% (sepuluh persen), untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 1 (satu) bulan sampai dengan kurang dari 3 (tiga) bulan.

b. atas penghasilan dari instrumen moneter dan/atau instrumen keuangan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang dananya dikonversi dari valuta asing ke mata uang Rupiah, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan:

1. tarif sebesar 0% (nol persen), untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 6 (enam) bulan atau lebih dari 6 (enam) bulan;

2. tarif sebesar 2,5% (dua koma lima persen), untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 3 (tiga) bulan sampai dengan kurang dari 6 (enam) bulan; atau

3. tarif sebesar 5% (lima persen), untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 1 (satu) bulan sampai dengan kurang dari 3 (tiga) bulan;


(arm/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: "Syarat" Suku Bunga BI Bisa Turun Lebih Cepat Dari The Fed