
Tekanan Indeks Dolar AS Mereda, Ada Harapan Rupiah Menguat

Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan rupiah pada hari ini, Kamis (13/6/2024) tampaknya masih akan volatil. Namun, tekanan sudah mulai mereda karena indeks dolar AS (DXY) sudah melandai.
Melansir data Refintiiv, mata uang Garuda melemah 0,03% di angka Rp16.290/US$ pada akhir perdagangan kemarin, Rabu (12/6/2024). Secara intraday, rupiah bahkan sempat menyentuh posisi terpuruk di Rp16.300/US$.
Depresiasi rupiah ini sejalan dengan penutupan perdagangan kemarin, Selasa (11/6/2024) yang melemah sebesar 0,06% dan menandai mata uang RI telah melemah selama tiga hari beruntun.
Rupiah tertekan indeks dolar AS (DXY) yang dalam tiga hari terakhir melonjak ke atas 105. Hal ini ditengarai seasonality event dari musim haji yang membutuhkan penukaran rupiah ke mata uang asing, serta repatriasi dari dividen yang masih berlanjut.
Meski begitu, pada hari ini ada harapan rupiah berbalik arah menguat. Pasalnya, rilis inflasi AS pada Rabu malam menunjukkan hasil yang melandai lebih baik dari perkiraan. Perlu dicatat, inflasi AS periode Mei 2024 menyentuh 3,3% yoy, turun lebih dalam dibandingkan perkiraan pasar di 3,4% yoy. Inflasi inti juga mencatat hasil lebih baik dari konsensus pasar, menyentuh 3,4% yoy.
Selang beberapa jam setelah rilis CPI, bank sentral AS mengumumkan kebijakan moneternya tetap hawkish dan menyerukan pendapatan pemangkasan suku bunga kemungkinan hanya terjadi sekali pada tahun.
The Fed dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC) telah mengerek suku bunga sebesar 525 bps sejak Maret 2022 hingga Juli 2023. Mereka kemudian menahan suku bunga di level 5,25-5,50% pada September, November, Desember 2023, Januari 2024, Maret 2024, Mei 2024, dan Juni 2024. Artinya, suku bunga di level 5,25-5,50% sudah bertahan dalam setahun terakhir.
"Kami melihat laporan hari ini (inflasi yang melandai) sebagai kemajuan dan bisa membangun rasa percaya diri. Namun, kepercayaan diri kami belum sampai pada tahap membenarkan keputusan untuk mulai melonggarkan kebijakan pada saat ini," tutur Chairman The Fed Jerome Powell pada saat konferensi pers usai rapat FOMC, dikutip dari CNBC International.
Dalam pernyataan resminya, the Fed menegaskan jika komite tidak akan menurunkan target (suku bunga) sampai kami lebih percaya diri melihat inflasi bergerak ke arah 2% secara berkelanjutan.
Dalam rapat kali ini, The Fed juga merilis dokumen dot plot. Setiap titik dalam dot plot tersebut merupakan pandangan setiap anggota The Fed terhadap suku bunga.
Dalam dokumen terbarunya, median dari proyeksi The Fed mengindikasikan hanya ada sekali pemotongan pada tahun ini sebesar 25 bps, paling lambat pada Desember 2024.
Proyeksi ini jauh lebih rendah dibandingkan pada Maret 2024 di mana The Fed mengindikasikan ada tiga kali pemotongan dengan besaran 75 bps.
Sikap hawksih the Fed ini sebenarnya sudah sesuai dengan perkiraan untuk menahan suku bunga pada pertemuan bulan ini. Sayangnya, dengan probabilitas pemangkasan suku bunga hanya sekali. Ini bisa memicu tren higher for longer yang bisa menekan rupiah lagi, karena kekuatan indeks dolar akan sulit turun.
Teknikal Rupiah
Secara teknikal dalam basis waktu per jam, pergerakan rupiah masih dalam tren pelemahan. Resistance terdekat yang bisa diantisipasi sebagai posisi pelemahan lanjutan ada di Rp16.300/US$, ini diambil berdasarkan high candle intraday 11 Juni 2024, sekaligus level psikologis yang kuat.
Di sisi lain, jika ada penguatan atau pembalikan arah, pelaku pasar bisa mencermati support terdekat di Rp16.275/US$ yang diambil dari garis rata-rata selama 50 jam atau Moving Average/MA 50.
![]() Pergerakan rupiah melawan dolar AS |
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Anjlok buat Money Changer Antre, Segini Harga Jualnya