Pengusaha Kesal! Tapera Bikin Kantong Warga Tipis, Makin Sulit Jajan

Romys Binekasri, CNBC Indonesia
Senin, 03/06/2024 21:50 WIB
Foto: Suasana Kantor BP Tapera di Jl. Falatehan, Melawai Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis, (30/5). Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) telah diterbitkan. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki))

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) memberikan komentar pada kebijakan pemerintah melalui Tapera yang menimbulkan banyak polemik dan kontra di masyarakat. Ketua Umum APRINDO Roy Nicholas Mandey mengungkapkan, kebijakan tersebut akan membuat kantong warga RI makin tipis.

"Kalau ditanya bagaimana korelasinya dengan daya beli sangat berkorelasi karena perhitungannya adalah berapapun yang namanya dipotong itu pasti mengurangi belanja kan," ujarnya di Kantornya, Senin (3/6).


Mandey melanjutkan, jika masyarakat mengurangi belanja, maka dapat konsumsi masyarakat secara otomatis akan berkurang. Hal itu berujung pada potensi penurunan pertumbuhan ekonomi.

"Konsumsi turun berarti apa ekonomi akan turun growth of economy akan turun jadi Tapera itu sebenarnya menurut kami perlu dikaji," ungkapnya.

Bahkan, Mandey berpendapat, kebijakan tersebut kurang tepat jika diterapkan dan dikeluarkan pada saat ini. Ia menjelaskan, saat ini kondisi geopolitik belum selesai yang memicu kenaikan harga minyak. "Harga minyak naik US$ 2 dari US$ 83 sampai sekarang US$ 85 USD per barrel nanti berkorelasi kalau dia naik terus itu berkorelasi dengan minyak kita karena minyak kita ini kan," ucapnya.

Kemudian, lanjutnya, saat ini masih ada defisit supply chain sehingga fluktuasinya harga-harga bahan pokok cenderung naik. Apalagi, suku bunga acuan Bank Indonesia saat ini masih tinggi di level 6,25% yang disebabkan oleh kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Fed.

"BI rate kita masih ditahan dengan 6,25 ini berpengaruh kepada suku bunga pinjaman kita, KPR kita atau kredit motor atau mobil kita pasti akan ngikutin dengan BI rate," sebutnya.

"Dan itu akan mengeluarkan tambahan biaya dan mengurangi daya beli dari konsumen," pungkasnya.


(rob/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: OJK Awasi Ketat Kripto, Fokus pada Aktivitas Domestik