
IHSG Balik Arah ke Zona Merah, 5 Saham Big Cap Berdarah-Darah

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik melemah pada perdagangan sesi I Selasa (14/5/2024), setelah sempat rebound ke zona hijau di pertengahan sesi I hari ini.
Hingga pukul 12:00 WIB, IHSG melemah 0,23% ke posisi 7.082,97. IHSG kembali ke level psikologis 7.000 di akhir sesi I hari ini, setelah sempat rebound ke level psikologis 7.100.
Nilai transaksi indeks pada akhir perdagangan sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp 6,2 triliun dengan melibatkan 8,7 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 638.510 kali.
Secara sektoral, sektor industri menjadi pemberat terbesar IHSG di sesi I hari ini, yakni mencapai 1,7%.
Selain itu, beberapa saham juga terpantau menjadi penekan (laggard) IHSG pada sesi I hari ini. Berikut daftarnya.
Saham PT Astra International Tbk (ASII) menjadi pemberat terbesar IHSG di sesi I hari ini, yakni mencapai 20,6 indeks poin. Sebagai informasi, pada hari ini merupakan periode ex-date dividen tunai ASII di pasar regular dan negosiasi.
Volatilitas IHSG masih cenderung tinggi karena investor masih cenderung wait and see menanti rilis data ekonomi penting di global dan dalam negeri pada pekan ini.
Utamanya, investor menanti rilis data inflasi di Amerika Serikat (AS) periode April 2024. Pada hari ini, data inflasi produsen (producer price index/PPI) terlebih dahulu akan dirilis. Data PPI AS diperkirakan naik sebesar 0,3%. Sedangkan PPI inti, tidak termasuk biaya energi dan pangan, diperkirakan meningkat sebesar 0,2%, sama seperti pada Maret 2024.
PPI secara tahunan diperkirakan sebesar 2,2% pada April, meningkat dibanding periode Maret yang menyentuh 2,1%. Sedangkan, PPI inti diperkirakan konsensus sebesar 2,4% secara tahunan setara dengan periode Maret.
Sebagai catatan, PPI Maret mencapai 2,1% (year-on-year/yoy) pada Maret 2024 dan 0,2% (month-to-month/mtm) pada Maret2024.
Data PPI keluar hanya sehari sebelum rilis inflasi konsumen (consumer price index/CPI) AS. Jika PPI kembali menguat atau bergerak di atas ekspektasi pasar maka hal ini menjadi kabar buruk karena ada kemungkinan inflasi masih kencang.
Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan CPI inti akan naik sebesar 0,3% secara bulanan, turun dari 0,4% pada Maret,dan kenaikan tahunan sebesar 3,6%, turun dari 3,8%.
Para investor telah fokus pada inflasi saat mereka mempertimbangkan seberapa cepat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) kemungkinan akan memangkas suku bunga.
Sementara itu dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) pada hari ini dijadwalkan akan merilis data penjualan ritel untuk periode Maret 2024.
Berdasarkan konsensus yang dikutip dari Trading Economics, pertumbuhan penjualan ritel diprediksi hanya akan mencapai 2,1%. Angka ini menandai penurunan yang signifikan dari pertumbuhan pada bulan Februari yang mencapai 6,4%.
Penurunan ini diprediksi karena momentum penjualan cenderung menurun, setelah beberapa bulan sebelumnya didorong oleh periode sentimen positif.
Namun, di tengah proyeksi tersebut, BI juga memperkirakan bahwa penjualan ritel Indonesia pada bulan Maret akan tetap kuat. Ini tercermin dari pertumbuhan Indeks Penjualan Riil (IPR) Maret 2024 sebesar 3,5% (yoy) atau mencapai 222,8.
Data penjualan ritel yang melebihi harapan pasar diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor terhadap prospek pertumbuhan perusahaan-perusahaan yang terkait seperti sektor ritel.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IHSG Balik Loyo, Perbankan Raksasa Jadi Biang Keroknya