
Nah! Begini Komentar Bankir, Pengusaha & BI soal Dolar Rp 16.000

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat telah bergerak di kisaran atas Rp 16.000/US$. Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, titik tengah nilai tukar rupiah di posisi Rp 16.176/US$ per hari kemarin, menjadi titik terlemah pertama sejak 2020 di level atas Rp 16.000/US$.
Bank Indonesia atau BI sebagai otoritas moneter pun telah berkomitmen untuk terus melakukan stabilisasi pergerakan rupiah di pasar keuangan. Bahkan, tak segan-segan untuk melakukan intervensi di pasar spot, hingga non delivery forward atau NDF. Selai itu koordinasi terhadap otoritas fiskal juga dilakukan untuk menjaga daya tarik pasar surat berharga negara.
"BI selalu ada di pasar dan kami akan memastikan nilai tukar akan terjaga gitu, kita lakukan intervensi baik melalui spot maupun non delivery forward (NDF)," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Istana Kepresidenan Jakarta, seperti dikutip Rabu (17/4/2024).
"Kami jajakan koordinasi dengan pemerintah, dengan fiskal, bagaimana jaga moneter dan fiskal. Kami pastikan kami di pasar untuk melakukan langkah stabilisasi," tegas Perry.
Gejolak yang terjadi terhadap rupiah itu pun telah membuat kalangan perbankan terus melakukan uji ketahanan atau stress test guna mengukur seberapa besar dampak pergerakan pelemahan rupiah terhadap dolar AS itu terhadap beban bunga, yang ujungnya berpotensi mengganggu kredit atau pembiayaan dalam bentuk valas.
Ini sebagaimana dikatakan Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI) Royke Tumilaar. Ia mengatakan pihaknya secara rutin melakukan stress test terhadap pergerakan nilai tukar dan suku bunga acuan. Menurutnya, pelemahan rupiah saat ini juga masih aman untuk bank pelat merah itu. Namun, BNI bakal membatasi penyaluran kredit berbasis valas.
"Pelemahan rupiah saat ini masih level yang aman buat BNI. Untuk sementara Kami akan batasi ekspansi kredit dalam valas," ujar Royke saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (16/4/2024).
Ia kemudian mengaku merasa BNI beruntung karena baru saja menerbitkan obligasi global.
Sementara itu, Direktur Utama Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) Yuddy Renaldi mengatakan pelemahan rupiah saat ini menjadi kekhawatiran pihaknya dalam mitigasi risiko terhadap eksposur risiko besar terhadap nilai tukar. Meskipun, kata dia, bisa dibilang saat ini eksposur portofolio BJB terhadap sektor yang memiliki risiko besar terhadap nilai tukar relatif kecil.
Di samping itu, menurut Yuddy, dampak dari pelemahan rupiah ini adalah terhadap kebijakan suku bunga acuan guna menjaga nilai tukar.
"Dampak lainnya dari nilai tukar ini adalah kebijakan suku bunga yang akan diambil untuk menjaga nilai tukar sehingga kami perlu mengantisipasi masih tingginya biaya dana," katanya saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (16/4/2024).
Selanjutnya, Presiden Direktur Bank CIMB Niaga Lani Darmawan menyampaikan bank swasta itu sudah mempunyai beberapa skenario stress test, ter masuk terhadap pelemahan nilai tukar ini.
"Kami monitor terus," ujar Lani saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (16/4/2024).
Terkait risiko kredit dari debitur pinjaman valas di CIMB Niaga, ia menyampaikan pihaknya terus melakukan komunikasi.
"Saat ini kami terus membangun dialog dengan para nasabah terkait," kata Lani.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengungkapkan karena efeknya yang berpotensi membuat impor bahan baku menjadi lebih mahal, pelemahan rupiah yang sudah terus bergerak di kisaran atas Rp 16.000 itu harus segera direspons otoritas moneter supaya pergerakannya lebih stabil.
"Kalau ini terus dibiarkan mungkin bisa meningkat karena ketidakpastian. Apalagi saya dengar juga capital outflow meningkat ke AS. Nilai suku bunga juga tinggi di sana. Kita juga harus mengantisipasi," kata Adhi.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Makin Gencar Tinggalkan Dolar AS, Ini Data Terbaru BI
