
Ini Penyebab IHSG Ambruk 2% Lebih Usai Libur Panjang

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung dibuka ambruk lebih dari 2% pada perdagangan sesi I Selasa (16/4/2024), setelah libur panjang dalam rangka Hari Raya Idul Fitri 1445 H di mana saat pasar keuangan RI libur, banyak sentimen negatif yang hadir di pasar global.
Pada pembukaan perdagangan hari ini, IHSG ambruk 2,15% ke posisi 7.130,27. Selang 12 menit setelah dibuka, IHSG berhasil memangkas koreksinya sedikit menjadi anjlok 2,06% menjadi 7.136,796.
IHSG ambruk di tengah banyaknya sentimen negatif dari global saat Indonesia sedang libur Panjang dalam rangka Hari Raya Lebaran 2024 atau Idul Fitri 1445 H, mulai dari memanasnya situasi di Timur Tengah, hingga inflasi Amerika Serikat (AS) yang kembali memanas.
Iran meluncurkan serangan drone dan rudal ke Israel pada Sabtu malam (13/4/2024).Seperti diketahui, serangan drone pada Sabtu yang merupakan serangan langsung pertamanya terhadap wilayah Tel Aviv. Ini berisiko meningkatkan eskalasi regional karena Amerika Serikat (AS) berjanji memberikan dukungan "kuat" kepada Israel.
Serangan Iran ini adalah balasan setelah Israel menyerang konsulat Iran di Damaskus Suriah, awal April. Sebanyak 11 orang tewas termasuk tiga jenderal Garda Revolusi Iran (IRGC) di antaranya Mohammed Reza Zahedi dan Mohammad Hadi Haji Rahimi.
Serangan drone ini menjadi kekhawatiran besar pasar keuangan global. Pasar keuangan Indonesia yang baru buka pada hari ini pun dipastikan akan memperhitungkan dampak dari serangan drone Iran ke Israel.
Pasalnya, konflik bisa meluas jika Israel dan sekutunya menyerang balik.Serangan tersebut juga membuat kawasan Timur Tengah semakin panas setelah perang Israel vs Hamas meletus pada awal Oktober 2023.
Dampak serangan ini akan berimbas pada sejumlah hal seperti penerbangan, harga komoditas, hingga inflasi global.
Sebelum berdampak lebih besar ke inflasi global, inflasi AS pada Maret 2024 telah dirilis dan hasilnya kembali memanas.
Inflasi AS di luar dugaan menanjak hingga 3,5% (year on year/yoy) pada Maret 2024 dari 3,2% pada Februari.Sejumlah data AS juga menunjukkan ekonomi AS masih panas.
Data tenaga kerja AS juga menunjukkan adanya penambahan 303.000 pada non-farm payrolls, lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar di angka 200.000.
Terbaru,data penjualan ritel AS untuk bulan Maret melampaui ekspektasi para analis, yang merupakan bukti terbaru mengenai ketahanan konsumen Amerika.
Departemen Perdagangan melaporkan pada hari Senin (15/4/2024), penjualan ritel meningkat 0,7% pada periode Maret 2024, jauh lebih cepat dari perkiraan konsensus Dow Jones yang memperkirakan kenaikan 0,3%.
Masih panasnya ekonomi AS dan inflasi mereka membuat pasar pesimis jika The Fed akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat.
Perangkat CME Fedwatch Tool menunjukkan pelaku pasar kini hanya bertaruh 21,7% jika The Fed akan memangkas suku bunga di Juni. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan pada dua pekan lalu yang mencapai 60-70%.
Jika eskalasi terus berkepanjangan, maka inflasi global termasuk di AS pun akan kembali sulit turun. Alhasil, ekspektasi pasar akan pemangkasan suku bunga acuan akan kembali memudar dan bahkan mungkin saja pemangkasan suku bunga kembali tidak terjadi pada tahun ini.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Potret Euforia IHSG Kembali ke 7.300-an