Saham Bank Jumbo Merah, Akibat Sengketa Pemilu atau Restrukturisasi?
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok lebih dari 1% pada perdagangan sesi I hari ini, Senin (1/4/2024). Hal ini seiring dengan sidang sengketa Pemilu 2024 yang semakin memanas di Mahkamah Konstitusi (MK).
Sementara itu, mayoritas saham perbankan juga terpantau merah pada hari ini. Hingga pukul 10.17 WIB saham BBRI turun 1,65% ke level 5.950. Kemudian BMRI merosot 2,41% menjadi 7.075. Lalu BBCA dan BBNI, masing-masing turun 1,49% dan 3,81%.
Adapun nilai transaksi IHSG pada perdagangan sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp 1,7 triliun dengan melibatkan 3 miliar lembar saham dan ditransaksikan sebanyak 273.357 kali.
Sejak pengumuman hasil rekapitulasi Pemilu 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga hari ini, IHSG sudah terkoreksi hingga 1,32%.
Investor saat ini terpantau terus mengikuti perkembangan Mahkamah Konstitusi (MK) khususnya dalam gelaran sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) (pilpres) 2024.
Berlanjutnya gugatan hingga diterimanya pemeriksaan dapat menjadi sentimen negatif untuk pasar keuangan, sebab hal ini dapat menjadi kekhawatiran investor akan ketidakpastian kondisi politik Indonesia.
Dalam perkembangan terbaru, kuasa hukum Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN) menghadirkan Dosen Fakultas Hukum UII Yogyakarta, Prof Ridwan.
Ia memberikan pendapat tentang proses pencalonan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Dalam penjelasannya ia mengatakan pencalonan cawapres Prabowo Subianto, Gibran Rakabuming Raka, tidak sah.
Sementara itu, nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hari ini (1/4/2024). Hal ini terjadi bersamaan dengan gelaran sengketa sidang pemilihan presiden (pilpres).
Dilansir dari Refinitiv, rupiah pada pukul 09:42 WIB terpantau turun 0,32% ke angka Rp15.900/US$. Posisi ini merupakan yang terendah sejak 1 November 2023 atau sekitar lima bulan terakhir.
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta mengatakan bahwa sentimen dovish dari The Fed telah mereda, sehingga membuat rupiah terdepresiasi. Akan tetapi pergerakan saham bank pada hari ini menurutnya lebih disebabkan oleh pesta sentimen dividen yang telah usai.
"Bisa jadi euforia pembagian dividen mulai mereda," katanya kepada CNBC Indonesia, Senin (1/4/2024).
Terkait dengan pemilu, sejauh ini berjalan dengan aman dan damai. Meski dalam perkembangan terdapat hak angket di DPK dan sengketa melalui Mahkamah Konstitusi, tetapi dia menilai stabilitas politik dan keamanan relatif baik.
Terpisah, praktisi pasar modal Hans Kwee mengatakan bahwa kemungkinan besar saham bank jumbo mengalami koreksi, mengikuti tren IHSG pada hari ini karena dampak sengketa pemilu.
"Dari global pasar cukup posiitf. Data pce us data, data manufaktur china naik, harusnya IHSG rebound. Kalau tidak naik Kemungkinan besar karena sengketa pemilu," katanya.
Akan tetapi dia menilai dampak sengketa pemilu terhadap pasar saham biasanya hanya jangka pendek.
Program Restrukturisasi Berakhir
Selain itu, koreksi pada saham bank jumbo hari ini juga seiring dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang resmi mengakhiri stimulus restrukturisasi kredit perbankan terdampak Covid-19 pada 31 Maret 2024, seiring dengan pencabutan status pandemi Covid-19 oleh pemerintah pada Juni 2023. OJK juga mempertimbangkan ekonomi Indonesia yang telah pulih dari dampak pandemi.
Sebagaimana diketahui, kebijakan tersebut telah menopang kinerja perbankan di tengah krisis akibat pandemi Covid-19. Selama empat tahun implementasi, pemanfaatan stimulus restrukturisasi kredit ini telah mencapai Rp830,2 triliun, yang diberikan kepada 6,68 juta debitur pada Oktober 2020, yang merupakan angka tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. Sebanyak 75 persen dari total debitur penerima stimulus adalah segmen UMKM, atau sebanyak 4,96 juta debitur dengan total outstanding Rp348,8 triliun.
Nafan menilai berakhirnya program restrukturisasi justru memberikan sentimen positif terhadap industri. Hal ini menunjukkan perbankan di Indonesia dinilai sudah lebih kuat setelah pandemi. "Seharusnya NPL bisa semakin baik, alias bisa semakin ditekan," katanya.
Per Januari 2024, OJK mencatat rasio nonperforming loan atau kredit bermasalah gross sebesar 2,35% dan NPL net 0,79%.
Senada, Hans menilai industri perbankan saat ini terbilang sehat, sehingga berakhirnya program restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 seharunsya tidak memberikan dampak besar.
(mkh/mkh)