Minyak Dibayangi Serangan Ukraina ke Rusia, WTI & Brent di Zona Merah

Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
Rabu, 27/03/2024 08:58 WIB
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah melemah, terkoreksi selama dua hari berturut-turut. Pelemahan terjadi seiring investor meninjau ulang dampak yang diakibatkan serangan kilang minyak Rusia oleh Ukraina baru-baru ini.

Pada awal perdagangan hari ini Rabu (27/3/2024), harga minyak mentah WTI dibuka melemah 0,64% ke posisi US$81,1 per barel, begitu juga dengan harga minyak mentah brent berada di zona merah atau turun 0,63% di posisi US$85,7 per barel.


Harga minyak mengalami penurunan setelah pemerintah Rusia memerintahkan perusahaan untuk memangkas produksi pada kuartal kedua untuk memenuhi target 9 juta barel per hari (bph) sesuai perjanjian dengan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC+).

Rusia, salah satu dari tiga produsen minyak terbesar di dunia dan salah satu eksportir produk minyak terbesar, juga sedang menghadapi serangkaian serangan baru-baru ini terhadap kilang minyaknya oleh Ukraina. Rusia pun telah melancarkan sendiri terhadap infrastruktur energi Ukraina.

Kapasitas pemurnian minyak Rusia yang ditutup akibat serangan telah mencapai 14% dari total kapasitas negara tersebut, menurut perhitungan Reuters menunjukkan pada Selasa kemarin.

"Bahan bakar minyak mendapat dukungan dari ketersediaan yang berkurang di pasar global dari ekspor Rusia yang dibatasi yang telah tersaring ke Amerika Serikat," kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates di Galena, Illinois.

Analisis Facts Global Energy (FGE) mengatakan mereka memperkirakan penurunan struktural dalam operasi kilang minyak Rusia dan terlihat masih sulit untuk mencapai level 2023 bahkan di paruh kedua tahun ini.

Adapun perdagangan agak sepi menjelang data yang dapat memberikan wawasan tentang kapan bank sentral mungkin mulai melakukan pemangkasan suku bunga, yang sering meningkatkan permintaan minyak.

Pembacaan indeks harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) periode Februari, pengukur inflasi pilihan Federal Reserve AS, dijadwalkan pada hari Jumat, ketika pasar tutup untuk libur Jumat Agung.

"Federal Reserve telah menjanjikan pemangkasan ini tetapi tidak ada jaminan bahwa itu akan disampaikan segera, jadi pasar bertransaksi dengan hati-hati," kata Frank Monkam, manajer portofolio senior Antimo LLC.

Sementara itu, dolar AS yang sedikit melemah memberikan sedikit dukungan bagi harga minyak. Dolar yang lemah biasanya membuat minyak lebih murah bagi pembeli minyak yang memiliki mata uang lain.

OPEC+ kemungkinan tidak akan membuat perubahan kebijakan produksi minyak sampai pertemuan penuh menteri pada Juni, tiga sumber OPEC+ mengatakan kepada Reuters menjelang pertemuan menteri minggu depan yang tidak diharapkan membuat rekomendasi kebijakan.

Ketidakpastian geopolitik yang meningkat karena konflik Israel-Gaza terus berlanjut juga diharapkan mempertahankan tingkat harga. Militan Houthi yang didukung Iran pada Selasa mengatakan mereka telah melancarkan enam serangan terhadap kapal di Teluk Aden dan Laut Merah dalam 72 jam terakhir.

Persediaan minyak mentah dan distilat AS naik pekan lalu, sementara persediaan bensin turun, menurut sumber pasar yang mengutip angka American Petroleum Institute.

Stok minyak mentah naik sebesar 9.3 juta barel dalam minggu yang berakhir pada 22 Maret, kata sumber-sumber itu dengan syarat anonimitas. Persediaan bensin turun sebesar 4.4 juta barel, dan stok distilasi naik sebesar 531.000 barel. 

CNBC INDONESIA RESEARCH

research@cnbcindonesia.com


(mza/mza)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Genjot Produksi Demi Swasembada, RATU Akuisisi Blok Migas Baru