Ekonomi AS Perkasa, Rupiah Tersungkur ke Rp15.795/US$

rev, CNBC Indonesia
25 March 2024 15:12
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah kuatnya dolar AS yang mengalami apresiasi dua hari beruntun.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup turun 0,13% di angka Rp15.795/US$. Posisi ini merupakan yang terlemah sejak 29 Januari 2024.

Sementara DXY pada pukul 14:49 WIB naik ke angka 104,32 atau menguat 0,3%. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan kemarin yang berada di angka 104.

Depresiasi rupiah khususnya datang dari penguatan DXY yang terjadi belakangan ini.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengungkapkan ini alasan rupiah berada dalam tren melemah.

"Dolar cenderung menguat dan mata uang banyak yang depresiasi seperti Indonesia 1,6%," ujarnya dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (25/3/2024).

Meski demikian, Sri Mulyani menyatakan pelemahan nilai tukar rupiah tidak seburuk banyak negara lain, seperti Ringgit Malaysia, Won Korea Selatan, Bath Thailand dan Lira Turki. "Dibandingkan Turki sudah jauh banget," ujarnya.

Lebih lanjut, kuatnya DXY disinyalir terjadi akibat data Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur AS mencapai level tertinggi dalam 21 bulan, yaitu 52,5 pada Maret 2024. Hal ini mengalahkan perkiraan pasar sebesar 51,7, menurut perkiraan awal.

Angka tersebut menunjukkan peningkatan yang solid dalam sektor manufaktur, dibantu oleh peningkatan tajam dalam output dan lapangan kerja.

Selain itu, tingkat inflasi AS secara tahunan melonjak 3,2% untuk periode Februari 2024 dibandingkan bulan sebelumnya dan konsensus pasar sebesar 3,1%.

Inflasi AS headline yang meningkat ini mengindikasikan bahwa target bank sentral AS (The Fed) untuk menurunkan inflasi ke level 2% semakin sulit tercapai.

Alhasil, potensi untuk pemangkasan suku bunga ke depan pun sulit untuk terjadi karena saat ini, fokus The Fed yakni ingin menurunkan inflasi hingga ke level yang sudah ditetapkan.

Jika The Fed tidak menurunkan suku bunga, maka DXY akan tetap berada di level yang cukup tinggi dan tekanan terhadap rupiah akan terus ada.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(rev/rev)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Anjlok buat Money Changer Antre, Segini Harga Jualnya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular