
Konsumsi Warga RI Makin Selektif, Tapi Tabungan Lesu, Ini Sebabnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) hanya sebesar 5,4% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi sebesar Rp8.193 triliun, per Februari 2024. Ini lebih rendah dari sebulan sebelumnya sebesar 5,8% yoy.
Padahal, fenomena "makan tabungan" atau mantab pada kalangan masyarakat menengah ke bawah sudah cenderung flat. Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan itu ditunjukkan oleh data Mandiri Spending Index (MSI), dan dipengaruhi juga oleh bantuan sosial (bansos).
Sementara itu, data MSI menunjukkan data belanja masyarakat ke supermarket dan ke restoran (eating out) sudah mencapai lebih dari 40% pada awal tahun ini, lebih tinggi dari setahun yang lalu. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi masyarakat sudah semakin defensif, terkonsentrasi pada makanan.
Lantas, apa yang menyebabkan DPK masih seret? Ke mana kah uang masyarakat mengalir?
"Sederhana aja, makan tabungan itu kan terjadi di banyak masyarakat. Tapi tidak semua. Masih ada yang mampu menabung. Oleh karena itu DPK masih tetap tumbuh. Tapi pertumbuhan nya sangat kecil," kata Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah ketika dihubungi CNBC Indonesia, belum lama ini.
Konsumsi masyarakat yang semakin defensif berarti semakin elastis dengan harga. Dengan demikian, produsen harus berhati-hati dalam menaikkan harga lantaran dapat menurunkan konsumsi.
"Turunnya konsumsi tidak berarti naiknya tabungan dan DPK. Turunnya konsumsi terjadi karena turunnya daya beli. Sehingga tabungannya tetap rendah," ujar Piter.
Sementara itu, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Moch Amin Nurdin mengatakan pertumbuhan DPK belum signifikan karena beberapa hal.
Pertama, keadaan ekonomi baik global maupun regional masih belum pasti. Hal ini pastinya berpengaruh pada ekonomi Indonesia, dan sangat berpengaruh terhadap masyarakat dalam konsumsi.
"Nah, ketidakpastian ini kemudian membuat orang masih mikir untuk menahan untuk menyimpan uang," ujar Amin saat dihubungi CNBC Indonesia belum lama ini, dikutip Senin (25/3/2024).
Kedua, banyaknya instrumen lain dengan keuntungan yang lebih besar lebih menarik bagi masyarakat ketimbang sekedar menabung.
"Tapi saya percaya begitu nanti masa-masa sulit ini sudah terlewati, sudah mulai terlihat ada perbaikan dalam sisi ekonomi masyarakat atau kemudian tingkat suku bunga yang menarik, bisa jadi saat itu akan tumbuh," pungkas Amin.
(ayh/ayh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Korporasi Tumpuk Uang di Bank, Tanda-Tanda Apa Nih?