Valuasi Jumbo, Kok Laba Bersih BREN Kalah Jauh dari PGEO?

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
Selasa, 19/03/2024 15:38 WIB
Foto: Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lumut Balai Unit 2 di Muara Enim, Sumatera Selatan, milik PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) mulai dibangun. Pembangkit
Dafar Isi

Jakarta, CNBC Indonesia - Duo emiten Energi Baru Terbarukan (EBT) yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) resmi merilis laporan keuangan sepanjang 2023 dengan kinerja ciamik.

Profitabilitas BREN Vs PGEO

Dari segi profitabilitas kedua emiten EBT ini berhasil mencetak pendapatan dan laba bersih yang sama sama tumbuh positif. Simak data berikut :


Dari data di atas terlihat bahwa pada 2023, PGEO lebih unggul dengan laba bersih sebesar US$ 163,59 juta dibandingkan BREN sebesar US$ 107,41 juta. Padahal, pendapatan yang dicetak PGEO lebih rendah dibandingkan BREN lebih dari 30%.

Hal tersebut menunjukkan bahwa dari segi operasional bisnis, PGEO terbilang lebih efisien. Mengapa begitu?

Perbandingan Biaya BREN Vs PGEO

Jika menelisik lebih dalam, alasan PGEO lebih unggul di laba bersih-nya adalah dari segi biaya yang dikeluarkan lebih rendah dibanding BREN.

Dengan memperhitungkan pendapatan keuangan dan lain-lain, PGEO berhasil menekan beban hingga 6,20% dari US$ 258,74 miliar pada 2022 menjadi US$ 242,71 miliar pada 2023.

Sebagai catatan, pendapatan lain-lain PGEO mayoritas dari laba selisih kurs, kemudian sebagian kecil disumbang penjualan carbon credit, dividen, dan pendapatan dari denda kontrak-kontrak. Sementara untuk pendapatan keuangan dihasilkan seluruhnya dari bunga bank yang didapatkan perusahaan.

Di samping itu, PGEO melakukan efisiensi untuk beban umum dan administrasi lebih dari 50%.

Di sisi lain, BREN malah mencatatkan kenaikan beban menjadi US$ 573,35 miliar pada penghujung tahun lalu, naik sekitar 10% yoy. Hal ini terjadi terutama karena beban keuangan yang melonjak lebih dari 60% yoy, dari US$ 85,07 juta menjadi US$ 136,48 juta.

Bagaimana dengan valuasinya?

Mempertimbangkan dua emiten ini bergerak di bidang EBT yang menggunakan alat-alat yang mengalami depresiasi dan amortisasi, maka CNBC Indonesia Research menggunakan metrik valuasi EV/EBITDA.

Dengan berdasarkan harga saham pada 19 Maret 2024, PGEO memiliki nilai EV/EBITDA sebesar 9 kali. Nilai ini sangat jauh lebih rendah dibandingkan BREN sebesar 76 kali. Bisa dibilang, secara teoritis valuasi PGEO lebih murah.

Kendati begitu, untuk valuasi BREN yang memang terbilang mahal, sebenarnya sudah dianggap biasa oleh pelaku pasar. Pasalnya, harganya sejak awal IPO sudah sempat melonjak hingga nyaris 10 kali lipat.

Adapun kapitalisasi pasar BREN saat ini tercatat mencapai Rp 709 triliun dan bahkan sempat menembus Rp 1.000 triliun yang mana secara sesaat sempat menjadi emiten paling berharga di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sementara itu kapitalisasi pasar PGEO saat ini tercatat senilai Rp 49 triliun.

Pergerakan valuasi ini sejalan dengan harga saham, maka dari itu tidak heran jika BREN memiliki valuasi mahal.

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.


(tsn/tsn)
Saksikan video di bawah ini:

Video Jurus PGE Dongkrak Laba Bisnis Pembangkit Panas Bumi