
Ini Konsekuensi dan Biaya Denda Menunggak Cicilan KPR

Jakarta, CNBC Indonesia - Kredit pemilikan rumah (KPR) masih menjadi opsi favorit bagi masyarakat di Indonesia untuk membeli properti. Data Cushman & Wakefield MarketBeat Reports Q2 menunjukkan bahwa 74,1% transaksi pembelian rumah menggunakan KPR, sedangkan 15,2% tunai angsuran dan pembayaran tunai penuh sebesar 10%.
Namun perlu diingat bahwa KPR memerlukan komitmen tinggi, terlebih jika mengambil tenor panjang, misalnya 15 tahun atau 20 tahun. Oleh karena itu sebelum menandatangani akad kredit KPR, pastikan keuangan Anda sudah siap untuk dialokasikan sebagai cicilan setiap bulan.
Pasalnya gagal bayar KPR akan menjadi permasalahan serius dengan kemungkinan terburuk rumah yang tengah dicicil akan disita oleh pihak bank.
Lalu apa saja konsekuensi bila menunggal cicilan KPR?
Kena Denda dan Surat Teguran
Pihak bank tentu tidak akan langsung melakukan penyitaan rumah saat nasabah pertama kali tidak dapat memenuhi kewajiban untuk membayar cicilan KPR. Lazimnya ada denda sekitar 0,5% hingga 1% dari jumlah cicilan. Denda ini bisa menumpuk tinggi, karena sejumlah bank menerapkannya per hari.
Adapun sebelum mengenakan denda, pihak bank akan mengirimkan notifikasi melalui SMS maupun telepon untuk mengingatkan tunggakan cicilan. Apabila nasabah tidak juga melakukan pembayaran.
Setelah satu bulan tidak membayar cicilan, biasanya pihak bank akan mengirimkan surat teguran kepada nasabah. Bank menunggu itikad baik dari nasabah untuk menyelesaikan kewajiban.
Sita Aset
Pihak bank selanjutnya akan mengirimkan surat peringatan (SP) pertama, kedua, dan ketiga untuk meminta penjelasan kepada nasabah mengenai keterlambatan pembayaran cicilan. Perlu diingat sejak terkena teguran, skor kredit nasabah yang menunggak akan merosot.
Setelah SP 3, pihak bank akan mulai menawarkan solusi kepada nasabah, seperti menjual properti dalam jangka waktu tertentu atau membiarkan bank melakukan penyitaan.
Terkait penyitaan, hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Pasal 6 mengenai Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berhubungan dengan Tanah.
Akan tetapi perlu diketahui bahwa sebelum proses penyitaan dilakukan, bank perlu melakukan negosiasi dan menawarkan sejumlah alternatif kepada nasabah terlebih dahulu.
Sementara itu, kualitas kredit pemilikan rumah (KPR) memburuk. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) pembiayaan perumahan per Desember 2024 lebih tinggi dibandingkan dengan era pandemi Covid-19.
Lebih rinci, jenis kredit yang mengalami kenaikan NPL tertinggi adalah kredit pemilikan apartemen. Segmen ini mengalami peningkatan sebesar 46 basis poin (bps), dari 1,94% per Desember 2022 menjadi 2,4% per Desember 2023.
Kemudian kredit pemilikan rumah tinggal, naik 31 bps pada periode yang sama menjadi 2,33%. Sementara itu NPL kredit pemilikan ruko turun 63 bps menjadi 4,16%.
Secara komposisi kredit pemilikan rumah mendominasi portofolio penyaluran pembiayaan bank kepada sektor properti (konsumsi), yakni 92,7%. Dengan demikian kenaikan NPL di segmen ini akan membebani kredit secara keseluruhan.
Rasio NPL properti berada di level 2,4% per Desember 2023, lebih tinggi dari setahun sebelumnya sebesar 2,1%, serta pada akhir 2020 dan 2021, masing-masing sebesar 2,3% dan 2,2%.
(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article NPL KPR Naik, Lebih Tinggi dari Era Pandemi Covid-19