
IHSG Ngegas Lagi, Ada 3 Saham yang Terbang 10% Lebih

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menguat pada perdagangan sesi I Kamis (7/3/2024), pasca pernyataan bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed) yang memberikan sinyal pemangkasan suku bunga pada tahun ini.
Hingga pukul 12:00 WIB, IHSG menguat 0,51% ke posisi 7.367,303. IHSG cenderung bertahan di level psikologis 7.300 pada hari ini.
Nilai transaksi indeks pada perdagangan sesi I hari ini mencapai sekitar Rp 5,2 triliun dengan melibatkan 13 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 772.898 kali.
Secara sektoral, sektor bahan baku menjadi penopang IHSG pada perdagangan sesi I hari ini, yakni mencapai 1,96%. Selain itu, sektor infrastruktur juga menjadi penopang IHSG pada sesi I hari ini yakni sebesar 1,12%
Saat IHSG menguat kembali, beberapa saham terpantau mengalami penguatan yang cukup signifikan. Berikut lima saham top gainers atau yang menguat paling kencang di sesi I hari ini.
Emiten | Kode Saham | Harga Saham Terakhir | Perubahan |
Maja Agung Latexindo | SURI | 336 | 12,75% |
Energi Mega Persada | ENRG | 228 | 10,68% |
Petrindo Jaya Kreasi | CUAN | 6825 | 10,08% |
Gozco Plantations | GZCO | 102 | 7,37% |
Chandra Asri Pacific | TPIA | 5600 | 7,18% |
Sumber: RTI
Saham produsen sarung tangan kesehatan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 7 Desember 2023 yakni PT Maja Agung Latexindo Tbk (SURI) menjadi saham yang paling kencang penguatannya di sesi I hari ini yakni terbang 12,75% ke posisi Rp 336/saham.
Di posisi kedua, terdapat saham emiten energi Grup Bakrie yakni PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) yang melonjak hingga 10,68% menjadi Rp 228/saham.
IHSG menguat karena investor cenderung menyambut baik dari pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell yang mengindikasikan akan memangkas suku bunga acuannya pada tahun ini. Namun, penurunan suku bunga belum dapat dipastikan kapan waktunya.
"Jika perekonomian berkembang secara luas seperti yang diharapkan, kemungkinan akan tepat untuk mulai menarik kembali pembatasan kebijakan pada suatu waktu di tahun ini," kata Powell dalam pidatonya yang disiapkan untuk disampaikan pada sidang di hadapan Komite Jasa Keuangan DPR.
Secara keseluruhan, pidato tersebut tidak memberikan landasan baru terhadap kebijakan moneter atau prospek ekonomi The Fed. Namun, komentar tersebut mengindikasikan bahwa para pejabat tetap khawatir agar tidak kehilangan kemajuan yang telah dicapai terhadap inflasi dan akan mengambil keputusan berdasarkan data yang masuk, bukan berdasarkan arah yang telah ditetapkan.
"Kami yakin bahwa suku bunga kebijakan kami kemungkinan akan mencapai puncaknya dalam siklus pengetatan ini. Jika perekonomian berkembang secara luas seperti yang diharapkan, mungkin akan tepat untuk mulai mengurangi pembatasan kebijakan pada tahun ini," kata Powell dalam komentarnya.
"Tetapi prospek perekonomian masih belum pasti, dan kemajuan menuju sasaran inflasi 2% masih belum terjamin," tambah Powell.
Untuk diketahui, inflasi AS saat ini berada di angka 3,1% (year-on-year/yoy) atau lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yakni di angka 3,4% yoy. Kendati melandai, namun inflasi AS ini berada di atas ekspektasi pasar yang berada di angka 2,9% yoy.
Sementara dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Februari 2024 sebesar US$ 144 miliar. Realisasi ini turun dibandingkan posisi pada akhir Januari 2024 sebesar US$ 145,1 miliar.
Berdasarkan siaran pers BI hari ini, penurunan posisi cadangan devisa tersebut antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,5 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
"Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa akan tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan sinergi respons bauran kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," ujar BI.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Potret Euforia IHSG Kembali ke 7.300-an