Market Commentary

IHSG Kebakaran Lagi, 6 Saham Big Cap Ini Biang Keladinya

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
05 March 2024 16:40
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup melemah pada akhir perdagangan Selasa (5/3/2024), sehingga IHSG sudah terkoreksi selama empat hari beruntun.

IHSG ditutup melemah 0,4% ke posisi 7.247,46. IHSG masih berada di level psikologis 7.200 pada hari ini.

Nilai transaksi indeks pada akhir perdagangan hari ini mencapai sekitar Rp 9,5 triliun dengan melibatkan 17 miliaran saham yang diperdagangkan sebanyak 1,2 juta kali. Sebanyak 198 saham menguat, 340 saham melemah, dan 236 saham cenderung mendatar.

Secara sektoral, sektor properti menjadi pemberat terbesar IHSG pada akhir perdagangan hari ini, yakni mencapai 1,43%.

Beberapa saham juga terpantau menjadi penekan (laggard) IHSG pada hari ini. Berikut saham-saham yang menjadi laggard IHSG.

EmitenKode SahamIndeks PoinHarga TerakhirPerubahan Harga
Barito Renewables EnergyBREN-8,715.900-3,67%
Telkom Indonesia (Persero)TLKM-8,213.870-1,78%
Astra InternationalASII-4,505.100-1,92%
Barito PacificBRPT-3,89955-5,91%
GoTo Gojek TokopediaGOTO-2,0763-1,56%
Chandra Asri PacificTPIA-1,594.740-1,04%

Sumber: Refinitiv

Emiten energi baru dan terbarukan (EBT) milik konglomerat Prajogo Pangestu PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) menjadi penekan terbesar IHSG pada akhir perdagangan hari ini yakni mencapai 8,7 indeks poin.

Minimnya sentimen positif di global pada hari ini membuat IHSG kembali melemah, sehingga indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut sudah terkoreksi selama empat hari beruntun.

Selain itu, IHSG kembali terkoreksi karena investor masih cenderung wait and see menanti pernyataan dari Ketua bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell, khususnya perihal suku bunga.

Belakangan ini, The Fed masih konsisten dengan suku bunganya yang berada di level 5,25-5,5%. Para pengambil kebijakan di The Fed menilai bahwa tingkat suku bunga kebijakan kemungkinan besar akan berada pada titik puncaknya dalam siklus pengetatan ini.

Suku bunga yang ditahan di level tinggi ini salah satunya disebabkan karena inflasi AS yang masih berada di angka 3,1% secara tahunan (year-on-year/yoy) atau di atas ekspektasi pasar di angka 2,9% yoy serta di atas target The Fed sendiri di level 2%.

Beralih ke Asia, pada pekan ini, China akan merilis data laju CPI baik secara tahunan dan bulanan.

Sebelumnya pada Januari 2024 tercatat China berada dalam kondisi deflasi 0,8% yoy atau penurunan terbesar dalam 14 tahun terakhir dan lebih buruk dari perkiraan pasar yang memperkirakan penurunan sebesar 0,5%.

Data ini adalah penurunan CPI selama empat bulan berturut-turut, penurunan terpanjang sejak Oktober 2009.

Namun hingga kini konsensus memperkirakan bahwa CPI China akan naik dan inflasi terjadi ke level 0,4%.

Jika hal ini terjadi, maka indikasi bahwa roda perekonomian China mulai bergerak dan dapat berdampak baik bagi negara yang menjadi mitra dagangnya, salah satunya Indonesia.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IHSG Balik Loyo, Perbankan Raksasa Jadi Biang Keroknya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular