IHSG Loyo 4 Hari Beruntun Dibebani Gerak 6 Saham Big Cap Ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau kembali melemah pada perdagangan sesi I Selasa (5/3/2024), di mana sudah empat hari beruntun IHSG terkoreksi.
Hingga pukul 12:00 WIB, IHSG melemah 0,29% ke posisi 7.255,83. IHSG masih berada di level psikologis 7.200 pada hari ini.
Nilai transaksi indeks pada perdagangan sesi I hari ini mencapai sekitar Rp 5,1 triliun dengan melibatkan 9,9 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 693.224 kali.
Secara sektoral, sektor properti menjadi pemberat terbesar IHSG di sesi I hari ini, yakni mencapai 1,16%.
Beberapa saham turut memperberat (laggard) IHSG pada sesi I hari ini. Berikut saham-saham yang menjadi laggard IHSG.
Emiten | Kode Saham | Indeks Poin | Harga Terakhir | Perubahan Harga |
Telkom Indonesia (Persero) | TLKM | -6,96 | 3.880 | -1,52% |
Barito Renewables Energy | BREN | -5,81 | 5.975 | -2,45% |
Bayan Resources | BYAN | -4,01 | 19.200 | -1,29% |
Barito Pacific | BRPT | -2,59 | 975 | -3,94% |
Astra International | ASII | -2,25 | 5.150 | -0,96% |
Merdeka Battery Materials | MBMA | -1,41 | 545 | -3,54% |
Sumber: Refinitiv
Emiten Telekomunikasi BUMN yakni PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) menjadi penekan terbesar IHSG di sesi I hari ini, yakni mencapai 6,96 indeks poin.
IHSG kembali terkoreksi karena investor masih cenderung wait and see menanti pernyataan dari Ketua bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell, khususnya perihal suku bunga.
Belakangan ini, The Fed masih konsisten dengan suku bunganya yang berada di level 5,25-5,5%. Para pengambil kebijakan di The Fed menilai bahwa tingkat suku bunga kebijakan kemungkinan besar akan berada pada titik puncaknya dalam siklus pengetatan ini.
Suku bunga yang ditahan di level tinggi ini salah satunya disebabkan karena inflasi AS yang masih berada di angka 3,1% secara tahunan (year-on-year/yoy) atau di atas ekspektasi pasar di angka 2,9% yoy serta di atas target The Fed sendiri di level 2%.
Beralih ke Asia, pada pekan ini, China akan merilis data laju CPI baik secara tahunan dan bulanan.
Sebelumnya pada Januari 2024 tercatat China berada dalam kondisi deflasi 0,8% yoy atau penurunan terbesar dalam 14 tahun terakhir dan lebih buruk dari perkiraan pasar yang memperkirakan penurunan sebesar 0,5%.
Data ini adalah penurunan CPI selama empat bulan berturut-turut, penurunan terpanjang sejak Oktober 2009.
Namun hingga kini konsensus memperkirakan bahwa CPI China akan naik dan inflasi terjadi ke level 0,4%.
Jika hal ini terjadi, maka indikasi bahwa roda perekonomian China mulai bergerak dan dapat berdampak baik bagi negara yang menjadi mitra dagangnya, salah satunya Indonesia.
CNBC INDONESIA RESEARCH
market@cnbcindonesia.com
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)