Global Masih Tidak Stabil, Dolar Naik Tipis Jadi Rp15.700

rev, CNBC Indonesia
04 March 2024 09:32
Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Luxury Valuta Perkasa, Blok M, Jakarta, Kamis, 21/7. Rupiah tertekan pada perdagangan Kamis (21/7/2022) (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Luxury Valuta Perkasa, Blok M, Jakarta, Kamis, 21/7. Rupiah tertekan pada perdagangan Kamis (21/7/2022) (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) didorong oleh guncangan eksternal serta investor asing yang keluar dari pasar keuangan domestik.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah dibuka melemah 0,03% di angka Rp15.700/US$. Depresiasi ini berbanding terbalik dengan penguatan yang terjadi kemarin (1/3/2024) sebesar 0,1%.

Sementara DXY pada pukul 08:58 WIB naik ke angka 103,88 atau naik tipis 0,02%. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan kemarin yang berada di angka 103,86.

Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) mengumumkan bahwa investor asing tercatat melakukan jual neto Rp2,00 triliun terdiri dari jual neto Rp0,82 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), jual neto Rp2,64 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp1,46 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) berdasarkan data transaksi 26-29 Februari 2024.

Hal ini menunjukkan bahwa tekanan terhadap rupiah tetap masih datang kendati pada penutupan perdagangan kemarin, rupiah ditutup menguat.

Selain itu, guncangan dari eksternal baik dari China dan AS pun masih menjadi perhatian pelaku pasar.

China sebagai negara terbesar di Asia yang memiliki dampak besar bagi negara tetangganya, diperkirakan memiliki pertumbuhan ekonomi yang kurang dari 5% di tahun ini.

Hal ini terjadi di tengah krisis properti yang melanda, tingkat pengangguran kaum muda yang cukup tinggi bahkan sempat menyentuh 21,3% pada Juni 2023. Tidak sampai di situ, jumlah utang yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan PDB juga memberikan tekanan.

Sementara negara maju lainnya yakni Jepang dan Inggris tercatat mengalami resesi atau dengan kata lain pertumbuhan PDB berada di zona negatif di kuartal tiga dan empat secara beruntun.

Sementara itu, bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) belum juga menunjukkan tanda akan memangkas suku bunga setelah inflasi masih panas.

Inflasi AS menembus 3,1%(year on year/yoy)pada Januari 2024, melandai dari 3,4% pada Desember 2023 tetapi jauh di atas ekspektasi pasar (2,9%). Kabar baik baru datang pada Kamis pekan ini setelah data inflasi pengeluaran konsumen pribadi AS melemah.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(rev/rev)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Segini Harga Jual Beli Kurs Rupiah di Money Changer

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular