
OPEC Diprediksi Pangkas Produksi, Harga Minyak Tembus US$ 80/Barel

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah WTI melesat hingga 2% pada perdagangan pekan kemarin jelang keputusan OPEC+ yang diprediksi akan melanjutkan pemangkasan produksi.
Pada pembukaan perdagangan hari ini Senin (4/3/2024), harga minyak mentah WTI dibuka menguat 0,21% di posisi US$80,14 per barel, sementara harga minyak mentah brent dibuka lebih rendah atau turun 0,06% di posisi US$83,5 per barel.
Pada perdagangan Jumat (1/3/2024), harga minyak mentah WTI ditutup melesat 2,19% di posisi US$79,97 per barel, sementara harga minyak mentah brent turun 0,08% ke posisi US$83,55 per barel.
Harga minyak naik 2% pada perdagangan Jumat dan membukukan kenaikan mingguan karena para pedagang menunggu keputusan OPEC+ mengenai perjanjian pasokan untuk kuartal kedua tahun 2024 dan juga mempertimbangkan data ekonomi baru Amerika Serikat, Eropa, dan China.
Pada pekan kemarin, minyak Brent melesat sekitar 2,4% setelah peralihan bulan kontrak, sementara WTI naik lebih dari 4,5%.
"Ekspektasi bahwa OPEC+ akan melanjutkan pengurangan produksi sukarela hingga kuartal kedua tahun 2024 menjadi fokus utama pasar," ujar Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates.
Keputusan untuk memperpanjang pengurangan produksi OPEC+ diharapkan terjadi pada minggu pertama bulan Maret, menurut beberapa sumber, dan masing-masing negara diperkirakan akan mengumumkan keputusan mereka.
"Bertahan pada pengurangan produksi secara sukarela hingga akhir tahun akan menjadi sinyal kuat dan oleh karena itu harus dilihat sebagai hal yang positif terhadap harga," ujar analis Commerzbank, Carsten Fritsch, kepada Reuters.
Survei Reuters menunjukkan Organisasi Negara Pengekspor Minyak memproduksi 26,42 juta barel per hari (bph) pada bulan Februari, naik 90.000 barel per hari dari bulan Januari 2024.
Ekspektasi yang kuat terhadap Arab Saudi untuk mempertahankan harga minyak mentah yang dijualnya kepada pelanggan Asia tidak banyak berubah pada bulan April dari harga bulan Maret 2024.
Sementara itu, ketegangan geopolitik di Laut Merah juga mengangkat harga minyak pada perdagangan Jumat, menurut Tim Snyder, ekonom di Matador Economics.
Pemimpin Houthi Yaman mengatakan pada hari Kamis bahwa kelompoknya akan memperkenalkan "kejutan" militer di wilayah tersebut.
Sementara itu, perusahaan-perusahaan energi AS menambah rig minyak dan gas alam untuk minggu kedua berturut-turut, menurut laporan perusahaan jasa energi Baker Hughes pada hari Jumat kemarin.
Jumlah rig minyak, yang merupakan indikasi awal produksi di masa depan, bertambah tiga menjadi 506 pada minggu ini, tertinggi sejak September.
Di sisi permintaan, aktivitas manufaktur China menyusut selama lima bulan berturut-turut di bulan Februari 2024.
Inflasi zona Euro turun pada bulan Februari menurut Eurostat, namun baik angka utama maupun inflasi inti, yang tidak memperhitungkan harga pangan dan bahan bakar yang bergejolak, tidak sesuai ekspektasi para analis.
Hal lain yang mendukung harga minyak, indeks pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) AS menunjukkan inflasi bulan Januari sejalan dengan ekspektasi para ekonom pada hari Kamis, memperkuat spekulasi pasar terhadap penurunan suku bunga bulan Juni 2024.
Manajer keuangan menaikkan posisi net long minyak mentah berjangka AS dan posisi opsi pada minggu yang berakhir 27 Februari, menurut Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas AS (CFTC).
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(saw/saw)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Minyak Membara Usai Penutupan Ladang Minyak Libya
