Dolar Naik Jadi Rp15.635, Ini Dua Faktor Penyebabnya
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah inflasi Jepang di atas ekspektasi pasar dan twin deficit yang dialami Indonesia.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,06% di angka Rp15.635/US$. Pelemahan rupiah ini sejalan dengan depresiasi yang terjadi kemarin (26/2/2024) yang melemah sebesar 0,22% dan merupakan penurunan tiga hari beruntun.
Sementara DXY pada pukul 14:55 WIB turun di angka 103,7 atau turun 0,12%. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan kemarin yang berada di angka 103,83.
Hari ini Jepang merilis data laju inflasi tahunan sebesar 2,2%. Angka ini meskipun melandai dibandingkan periode sebelumnya, namun masih di atas konsensus yang berada di angka 1,8% yoy.
Inflasi yang terus menurun karena konsumsi yang melambat dinilai wajar di Jepang, karena warga Jepang cenderung lebih suka menabung dibandingkan belanja.
Inflasi Jepang yang melandai menunjukkan perekonomian Negeri Sakura ini belum begitu kuat padahal suku bunganya sudah sangat rendah. Hal ini dapat berdampak negatif bagi negara di Asia lainnya termasuk Indonesia.
Sementara dari dalam negeri, pada kuartal IV-2023 tercatat transaksi berjalan Indonesia mengalami pelebaran defisit menjadi US$1,3 Miliar sementara secara keseluruhan tahun 2023 defisitnya mencapai US$1,6 Miliar atau 0,1% dari PDB.
Di sisi lain Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 defisit sebesar Rp347,6 triliun atau 1,65% dari produk domestik bruto (PDB).
Ekonom CIMB Niaga, Mika Martumpal mengatakan twin deficit kerap berdampak negatif ke pasar keuangan RI, meski faktor suku bunga dan prospek pertumbuhan global turut mempengaruhi stabilitas pasar.
Selain itu, potensi terjadinya defisit APBN yang lebih dalam semakin besar terjadi mengingat keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) maupun listrik pada tahun ini setidaknya hingga Juni 2024.
"Tadi diputuskan dalam sidang kabinet paripurna tidak ada kenaikan listrik, tidak ada kenaikan BBM sampai Juni, baik itu yang subsidi maupun non subsidi," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di kantornya, Jakarta, Senin (26/2/2024).
Oleh sebab itu, ia mengatakan, defisit APBN akan melebar dari yang ditetapkan, 2.29% dari PDB pada tahun ini, menjadi sekitar 2,8%. Seiring dengan adanya penambahan kebutuhan anggaran untuk beberapa pos anggaran.
Sentimen defisit yang bertubi-tubi ini dapat memengaruhi perspektif investor khususnya asing untuk berinvestasi di dalam negeri karena kondisi perekonomian Indonesia yang dianggap kurang baik.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)