Ekonomi Lesu, Tapi Bursa Jepang Malah Terbang Usai 'Tidur' 34 Tahun

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
Kamis, 22/02/2024 12:55 WIB
Foto: Bursa Jepang (Nikkei). (AP Photo/Koji Sasahara)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Jepang terpantau kembali mencetak rekor pada perdagangan Kamis (22/2/2024), di tengah lesunya perekonomian Jepang pada tahun lalu.

Bahkan, kinerja Nikkei dalam setidaknya sepanjang tahun ini cenderung lebih baik dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Pada perdagangan hari ini sekitar pukul 11:40 WIB, salah satu indeks saham acuan Jepang yakni Nikkei 225 terpantau kembali melonjak 1,55% menjadi 38.855,6. Bahkan, Nikkei sempat mencetak rekor terbarunya di 39.029 sekitar pukul 10:30 WIB.


Nikkei masih berada di level psikologis 38.000, menjadi level psikologis ini menjadi yang tertinggi sejak lebih dari 30 tahun terakhir. 

Sentimen positif bursa Jepang hari ini datang dari paparan kinerja keuangan pembuat chip AS Nvidia yang penjualannya meningkat lebih dari tiga kali lipat yang ikut membantu Nikkei menguat hari ini.

Tokyo Electron, yang membuat peralatan manufaktur semikonduktor, naik lebih dari 5% pada perdagangan Kamis dan telah naik 44% tahun ini. Investor teknologi SoftBank Group juga naik lebih dari 5% pada hari ini dan telah mencatatkan reli 40% tahun ini berkat anak perusahaannya Arm, sebuah perusahaan desain chip yang diperkirakan akan mendapat manfaat dari permintaan AI.

Jika dibandingkan dengan IHSG, maka kinerja Nikkei dalam beberapa hari terakhir cenderung lebih baik. Hal ini karena Nikkei secara tren masih membentuk penguatan. Berbeda dengan IHSG yang sempat mencetak rekor, tetapi pergerakannya cenderung sideways. Nikkei pun sudah beberapa kali mencetak rekornya, sedangkan IHSG baru dua kali dari awal tahun ini.

Sebagai informasi, IHSG pada hari ini sempat kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang masanya, meski pada hari ini masih bersifat sementara.

Di sisi lain rekor bursa Jepang ini merupakan pengingat bagi investor berapa lama pasar dapat bertahan dalam kondisi lesu. Sebagai catatan, Nikkei membutuhkan lebih dari 34 tahun untuk memulihkan rekor tertingginya pada 1989. Sementara itu pada waktu yang sama kala indeks Jepang lesu, salah satu indeks acuan AS Dow Jones Industrial Average naik 14 kali lebih tinggi dari 1989 hingga tahun ini.

Interval 34 tahun ini merupakan salah satu interval terpanjang dalam sejarah pasar saham global untuk memulihkan rekor tertinggi. Dow Jones Industrial Average membutuhkan waktu 25 tahun untuk memulihkan ATH yang dicapai pada tahun 1929 sebelum pasar saham meledak pada tahun itu.

Ekonomi Jepang Lesu

Nikkei yang terus mencetak rekor terjadi meski perekonomian Jepang sedang tidak baik-baik saja. Sebelumnya pada kuartal IV-2023, Jepang yang pernah menjadi negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia, melaporkan kontraksi selama dua kuartal berturut-turut. Ekonomi turun 0,4% secara tahunan (year-on-year/yoy), setelah melaprkan kontraksi atau minus (-) 3,3% pada kuartal III-2023.

Laporan produk domestik bruto (PDB) terbaru itu jauh meleset dari perkiraan pertumbuhan 1,4% dalam jajak pendapat para ekonom Reuters. Secara kuartalan (quarter-to-quarter/qtq), PDB turun 0,1%, dibandingkan dengan perkiraan kenaikan 0,3% dalam jajak pendapatReuters.

Sepanjang tahun 2023, PDB nominal Jepang tumbuh 5,7% dibandingkan tahun 2023. Ini sekitar 591,48 triliun yen (Rp 61.673 triliun).

Bahkan kemarin, Jepang melaporkan bahwa neraca perdagangannya pada Januari lalu kembali mengalami defisit yakni mencapai 1.758 triliun yen. Meski begitu, angka ini cenderung membaik dari periode sebelumnya pada Desember 2023 yang mengalami defisit 1.925 triliun yen.

Hal ini karena impor Jepang yang kembali lesu, meski ekspor Jepang mengalami kenaikan. Impor Jepang pada bulan lalu menyusut 9,6%, lebih besar dari ekspektasi penurunan sebesar 8,4% dan mempercepat penurunan 6,8% yang terlihat di bulan Desember.

Sedangkan ekspor Jepang pada bulan lalu justru mengalami kenaikan yakni naik tumbuh 11,9% secara tahunan (year-on-year/yoy), jauh lebih besar dari ekspektasi kenaikan 9,5% dan angka bulan sebelumnya sebesar 9,8%. Angka tersebut juga merupakan laju pertumbuhan ekspor tercepat di Jepang sejak November 2022.

Tak hanya itu saja, data awal dari aktivitas manufaktur Jepang periode Februari 2024 yang dirilis pagi hari ini juga kembali berkontraksi. Data manufaktur yang tergambarkan pada Purchasing Manager's Index (PMI) versi Jibun Bank pada bulan lalu kembali turun menjadi 47,2, dari sebelumnya pada Januari lalu di angka 48.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.

Dengan ini maka sejatinya ekonomi Jepang sedang tidak baik-baik saja. Bahkan kini, Jepang tidak lagi menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar ketiga di dunia.

Meski perekonomian Jepang sedang lesu, tetapi pasar sahamnya justru bergerak sebaliknya, yakni terus mencetak rekor.

Hal ini karena adanya reformasi tata kelola perusahaan baru-baru ini yang didorong oleh Bursa Efek Tokyo, di mana reformasi tata kelola tersebut telah menyebabkan perusahaan-perusahaan Jepang berupaya meningkatkan keuntungan pemegang saham melalui pembelian kembali saham (buyback) dan pembayaran dividen yang lebih tinggi.

Pelemahan yen, yang berada pada level terendah sejak tahun 1990-an, juga telah meningkatkan keuntungan perusahaan dan membuat saham-saham Jepang yang sudah murah menurut standar internasional, memiliki valuasi yang lebih baik.

Di bawah dorongan "kapitalisme baru" Perdana Menteri Fumio Kishida, Tokyo juga berupaya mendorong peralihan dari menabung ke investasi, dengan meluncurkan kembali program Nippon Individual Savings Account (NISA), dengan batas investasi tahunan yang lebih tinggi dan periode pembebasan pajak yang diperpanjang.

Ada juga tanda-tanda bahwa perekonomian Jepang akhirnya mulai keluar dari spiral deflasi yang telah berlangsung selama puluhan tahun, dengan para pekerja tahun lalu mengalami kenaikan upah terbesar sejak awal tahun 1990-an.

Sementara menurut Ryota Abe, ekonom di pasar global dan unit treasury Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC), mengatakan ekspektasi bahwa pertumbuhan upah akan terus meningkat telah menjadi pendorong terbesar dari beberapa pendorong reli pasar saham.

"Peristiwa baru-baru ini menunjukkan bahwa apa yang paling banyak berubah dalam masyarakat adalah para pemimpin bisnis di Jepang mulai mempertimbangkan dengan lebih serius perlunya pertumbuhan upah yang konstan mengingat situasi inflasi dan perusahaan," kata Abe, dikutip dari Al Jazeera.

CNBC INDONESIA RESEARCH

market@cnbcindonesia.com


(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pasang Surut IHSG & Rupiah Tutup Semester I-2025