Inflasi RI Melandai Jadi Vitamin Rupiah, Hari ini Lanjut Menguat?
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah mulai menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pasca rilis inflasi RI yang semakin melandai, disertai kondisi industri manufaktur yang tetap ekspansif.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat 0,1% sehingga menjadi Rp15.760/US$. Posisi ini merupakan apresiasi lima hari beruntun sejak 26 Januari 2024.
Penguatan rupiah kemarin terjadi pasca Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis data inflasi yang melandai dibandingkan periode sebelumnya.
Inflasi tahunan Indonesia mencapai 2,57% year on year/yoy dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 105,19, naik dari 102,55 pada Januari 2023. Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan berdasarkan kelompok pengeluaran inflasi tahunan terbesar terjadi pada kelompok makanan minuman dan tembakau sebesar 5,84% dan memberi andil inflasi 1,63% terhadap inflasi umum.
Angka ini cenderung mirip dengan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 institusi.
Sebagai informasi, konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 institusi memperkirakan inflasi Januari 2024 akan mencapai 0,29% dibandingkan bulan sebelumnya (mtm). Hasil polling juga memperkirakan inflasi (year on year/yoy) akan berada di angka 2,53% pada bulan ini. Inflasi inti (yoy) diperkirakan mencapai 1,73%.
Inflasi yang melandai dan cenderung sama dengan konsensus ini memberikan angin segar bagi pasar karena sesuai ekspektasi dan menandakan bahwa kenaikan harga barang pada Januari 2024 ini cenderung sesuai dengan target Bank Indonesia (BI) yakni 1,5%-3,5% di 2024.
Selain itu, kondisi manufaktur di Tanah Air juga terpantau lanjut ekspansif, ini tercermin dari data PMI Manufaktur oleh S&P yang naik ke posisi 52,9 pada Januari 2024, dibandingkan satu bulan sebelumnya di 52,2.
Penguatan rupiah juga didorong keputusan The Fed dalam menahan suku bunga acuannya di level 5,25-5,50%. Hal ini akan memicu dolar melemah terhadap mata uang lainnya termasuk rupiah.
Meskipun begitu, masih ada tantangan terhadap penekanan rupiah dimana pernyataan The Fed yang mengisyaratkan belum akan memangkas suku bunga acuan pada Maret mendatang.
Sejumlah data pasar tenga kerja dari negeri Paman Sam akan rilis hari ini, Jumat (2/1/2024) juga potensi mempengaruhi gerak rupiah hari ini. Antara lain data pengangguran dan non-farm payrolls (NFP) untuk Januari.
Angka pengangguran AS tercatat 3,7% pada Desember dan diperkirakan masih akan berada di angka tersebut pada Januari. Sementara data pekerjaan di luar pertanian pada Desember lalu sempat memanas, tidak terduga naik ke 216.000 dibandingkan bulan sebelumnya di 173.000 dan meleset dari konsensus yang proyeksi turun ke 170.000.
Data ketenagakerjaan AS merupakan salah satu indikator penting yang akan dipakai The Fed dalam memutuskan kebijakannya ke depan. Jika data tenaga kerja masih panas maka The Fed semakin sulit memangkas suku bunga.
Teknikal Rupiah
Secara teknikal dalam basis per jam, rupiah sudah mulai berbalik arah dari melemah mulai menguat. Saat ini mata uang Garuda sedang bergerak menguji garis rata-rata selama 100 jam atau Moving Average/MA 100.
Jika MA100 ditembus ke bawah, maka rupiah potensi lanjut menguat ke level psikologis Rp15.700/US$. Posisi ini sekaligus bertepatan dengan garis rata-rata selama 200 jam (Moving Average/MA200).
Kendati begitu, jika ada pembalikan arah melemah lagi tetap perlu diantisipasi dengan mencermati resistance di Rp15.800/US$. Posisi ini merupakan level psikologis terdekat sekaligus berdekatan dengan garis horizontal berdasarkan high candle intraday pada 21 Januari 2024.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)