Pertemuan The Fed Sebentar Lagi, Mampukah Rupiah Lanjut Menguat?

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
31 January 2024 07:05
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah terpantau menguat dalam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pasca konferensi KSSK meyakini ekonomi RI masih terjaga dengan baik di tengah sikap pelaku pasar wait and see menanti pertemuan the Fed pada akhir Januari ini.

Dilansir dari Refinitiv, pada perdagangan Selasa (30/1/2024) rupiah ditutup menguat 0,18% di angka Rp15.777/US$1. Penguatan ini terjadi dalam tiga hari beruntun sejak 26 Januari 2024.

Rupiah kembali menguat pada perdagangan kemarin Selasa (30/1/2024) dan diyakini ke depan akan cenderung menguat khususnya pada semester-II 2024.

Kemarin, Selasa (30/1/2024), Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menggelar Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala yang menyimpulkan situasi Indonesia terkendali meskipun kondisi ekonomi dunia penuh ketidakpastian. Namun, komite mengingatkan akan sejumlah risiko ke depan, terutama dari perlambatan ekonomi global.

"Stabilitas untuk triwulan IV 2023 ini sesuai periode yang kita observasi tetap terjaga di tengah resiko perlambatan ekonomi dunia dan ketidakpastian global," ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers, Selasa (30/1/2024).

"Ini didukung oleh sistem keuangan domestik yang resilien serta koordinasi dan sinergi dari seluruh komponen KSSK yang terus diperkuat," tambah Sri Mulyani.

Sri Mulyani memastikan situasi selama 2023 juga terjaga baik seperti perekonomian maupun keuangan.

"Kondisi ekonomi dan sistem keuangan secara keseluruhan pada 2023 jadi seluruhnya terjaga baik dan mampu mendukung pemulihan serta pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan," paparnya.

Keyakinan ekonomi Tanah Air membaik juga didorong dari meredanya ketidakpastian pasar keuangan global, turunnya yield termasuk US Treasury dan turunn-nya penguatan dolar AS, serta penguatan didukung pula oleh operasi moneter yang kami lakukan yang pro market.

BI juga melakukan intervensi untuk menjaga stabilitas mata uang Garuda dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

Secara keseluruhan BI tahun ini sudah membeli SBN dari termasuk dari sekunder Rp8,8 triliun.

Pembelian dilakukan oleh BI karena banyak investor yang melepas kepemilikan SBN, termasuk asing. Dengan demikian tekanan terhadap nilai tukar rupiah bisa diredam.

Kendati begitu, pelaku pasar masih bersikap wait and see perihal rapat Federal Open Market Committee (FOMC) bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) terkait pengumuman suku bunga.

Pelaku pasar juga akan mencermati pandangan the Fed terhadap eskalasi perang di Laut Merah yang berkorelasi dengan inflasi, serta menanti kepastian kapan perkiraan suku bunga akan dipangkas pada tahun ini.

Teknikal Rupiah

Secara teknikal dalam basis waktu per jam, rupiah mulai bergerak menembus ke bawah garis rata-rata selama 20 jam dan 50 jam (Moving Average/MA20 dan MA50). Ini menunjukkan tanda-tanda adanya pembalikan arah dari tren melemah ke penguatan.

Oleh karena itu, rupiah dalam jangka pendek jika lanjut menguat potensi menguji garis rata-rata selama 100 jam (Moving Average/MA100) di posisi Rp15.745/US$

Sementara itu, posisi resistance atau jika ada pembalikan arah melemah bisa dicermati posisi level psikologis Rp15.800/US$. Jika ini tertembus, resistance selanjutnya akan berada di posisi Rp15.830/US$, ini didapatkan dari garis horizontal berdasarkan high candle intraday pada 26 Januari 2024.

Pergerakan rupiah melawan dolar ASFoto: Tradingview
Pergerakan rupiah melawan dolar AS

CNBC INDONESIA RESEARCH


(tsn/tsn)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tunggu Rilis Data Inflasi, Kuatkah Rupiah Hari Ini?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular