
Bahan Baku & Produksi Bioetanol Belum Optimal, Impor Jadi Pilihan?
Jakarta, CNBC Indonesia- Setelah berhasil meluncurkan Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan campuran Bahan Bakar Nabati (BBN) bioetanol sebesar 5% (ES) berbasis tetesan tebu (molase) pada akhir Juli 2023, Pemerintah RI melalui Pertamina terus mendorong pengembangan produk campuran bioetanol menjadi 10%.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro menilai langkah pengembangan Bioetanol sejalan dengan komitmen pemerintah mencapai Net Zero Emission 2060. Namun persoalan pasokan bioetanol imbas terbatasnya bahan baku molase yang beririsan produksi pangan domestik.
Senada dengan Komaidi, Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman mengatakan pengembangan bioetanol sudah sangat tepat mendukung pengembangan EBT mencapai NZE 2060 hanya saja kesiapan infrastruktur dan pemasok bahan baku dan produksi belum optimal.
Saat ini potensi pemanfaatan fasilitas pabrik fuel grade etanol mencapai 60 ribu kiloliter dari 4 perusahaan hanya saja yang mampu diproduksi saat ini baru mencapai 40 ribu KL. Guna mempercepat target pengembangan EBT dan mengatasi persoalan bahan baku dan keterbatasan pasokan bioetanol RI bisa mempertimbangkan opsi impor bahan baku ataupun bioetanol.
Seperti apa tantangan pengembangan bioetanol RI? Selengkapnya simak dialog Syarifah Rahma dengan Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman dan Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro dalam Squawk Box,CNBCIndonesia (Selasa, 30/01/2024)
-
1.
-
2.
-
3.