Inflasi AS Lebih Panas dari Prediksi, Gimana Nasib Rupiah Hari Ini?

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
Jumat, 12/01/2024 08:20 WIB
Foto: Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Luxury Valuta Perkasa, Blok M, Jakarta, Kamis, 21/7. Rupiah tertekan pada perdagangan Kamis (21/7/2022) (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah terpantau mulai menguat tetapi hari ini masih potensi bergerak volatile karena data inflasi Amerika Serikat (AS) ternyata lebih panas dari yang diperkirakan.

Melansir data Refinitiv, rupiah kemarin, Kamis (12/1/2024) menguat di angka Rp15.545/US$ atau terapresiasi 0,13%. Penguatan ini berbanding terbalik dengan pelemahan yang terjadi kemarin (10/1/2024) sebesar 0,32%.

Kendati rupiah menguat kemarin, data inflasi AS yang Kamis malam (11/1/2024) potensi bisa mempengaruhi gerak rupiah volatile pada hari ini, Jumat (12/1/2024).


Semalam AS mengumumkan data inflasi konsumen (CPI) periode Desember 2023. Inflasi Paman Sam pada akhir 2023 naik menjadi 3,4% secara tahunan (year-on-year/yoy), dari sebelumnya sebesar 3,1% pada November 2023.
Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm), CPI Negeri Paman Sam pada Desember 2023 juga naik menjadi 0,3%, dari sebelumnya sebesar 0,1% pada November 2023.
Angka ini tentunya lebih tinggi dari konsensus pasar dalam Trading Economics yang memperkirakan CPI AS pada Desember 2023 naik 3,2% (yoy) dan 0,2% (mtm).
Namun untuk inflasi inti AS periode Desember 2023, yang tidak termasuk harga pangan dan energi yang fluktuatif juga cenderung turun sedikit menjadi 3,9% (yoy), dari sebelumnya pada November 2023 sebesar 4%. Angka CPI inti juga lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 3,8%.
Selain inflasi AS, sejumlah data dari China akan mempengaruhi gerak rupiah pada hari ini dengan merilis sejumlah data seperti inflasi dan neraca dagang.

Pada hari ini, Jumat (12/1/2024), China akan merilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) pada akhir 2023 atau Desember 2023. Rilis data ekonomi China ini sangat penting dicermati pelaku pasar, pasalnya China merupakan penopang ekonomi Asia, serta mitra dagang ekspor dan impor terbesar RI.


Indeks Harga Konsumen (IHK) China untuk periode Desember 2023 diperkirakan masih akan turun atau mengalami deflasi lebih dalam sebesar 0,7% (yoy), lebih dalam dibandingkan deflasi pada November 2023 sebesar 0,5%.

Deflasi yang terjadi di China ini juga menyebabkan prospek perdagangan ekspor-impor terganggu. Untuk impor China pada Desember 2023 yang akan rilis pada Jumat diperkirakan masih akan terkontraksi sebesar -0,5% yoy, menurut penghimpun data Trading Economics.

Di lain sisi, untuk ekspor China pada Desember 2023 diproyeksi akan ada perbaikan dengan pertumbuhan sekitar 0,9% yoy, dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 0,5% yoy.

Dengan begitu, neraca perdagangan China di akhir tahun 2023 diperkirakan bisa membaik atau meningkat ke US$ 76 miliar, dibandingkan bulan November 2023 sebesar US$ 68,39 miliar.

China adalah motor utama ekonomi Asia, mitra dagang terbesar bagi Indonesia, serta salah satu investor asing terbesar di Indonesia. Lesunya ekonomi China tentu menjadi kabar buruk bagi Indonesia.

Deflasi China menunjukkan kondisi ekonomi negeri Tirai Bambu tersebut masih cukup lesu. Ini terjadi lantaran efek pandemi Covid-19 yang masih menyelimuti negara tersebut serta krisis sektor properti yang belum usai.

Teknikal Rupiah

Secara teknikal dalam basis waktu per jam, rupiah dalam melawan dolar AS mulai bergerak sideways setelah beberapa hari terakhir melemah. Saat ini rupiah potensi bergerak dalam rentang support Rp15.520/US$ sampai dengan resistance di Rp15.580/US$.

Sebagai informasi, support tersebut didapatkan dari garis rata-rata selama 100 jam atau moving average 100 (MA100) sebagai area target penguatan terdekat. Sementara itu, resistance didapatkan dari garis horizontal berdasarkan high candle 10 Januari 2024 sebagai antisipasi apabila ada pembalikan arah melemah.


(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS