Koleksi 4 Saham Ini dari Awal Tahun, Selamat, Kamu Tajir!
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat beberapa emiten berhasil mengalami kenaikan yang cukup signifikan, empat di antaranya bahkan mampu naik lebih dari 300%.
Menurut data BEI, berikut adalah daftar empat saham yang mengalami peningkatan terbesar sejak awal tahun 2021.
Bank Neo Commerce (BBYB)
Di posisi pertama dalam daftar saham paling cuan tahun ini diduduki oleh emiten bank digital yang kini dikendalikan oleh fintech Akulaku yang disokong Jack Ma melalui investasi oleh Alibaba.
Sejak awal tahun ini saham BBYB tercatat tumbuh hingga 678% ke level Rp 2.320 per saham dari semula diperdagangkan di bawah Rp 300 per saham.
Perubahan pengendali perusahaan dan ikut masuknya emiten ke 'arena tinju' bank digital menjadi salah satu alasan mengapa saham ini mampu tumbuh signifikan.
Sebelumnya saham BBYB dikendalikan oleh Gozco Capital, dengan Asabri juga merupakan salah satu pemegang saham utama perusahaan. Akan tetapi memanfaatkan reli kenaikan harga sepanjang tahun ini, Asabri telah melego hampir seluruh kepemilikan sahamnya di BBYB, terakhir pada 19 Agustus tercatat kepemilikan sahamnya hanya 0,53%.
Multipolar (MLPL)
Di peringkat kedua terdapat emiten Grup Lippo yang sejak awal tahun 2021 ini tercatat mampu tumbuh hingga 415% ke level Rp 366 per saham.
Kenaikan terbesar saham MLPL terjadi pada kuartal kedua tahun ini, yang memaksa otoritas bursa untuk berkali-kali menghentikan sementara (suspensi) saham ini akibat kenaikan harganya tidak wajar karena mampu meroket terlalu cepat.
Pihak manajemen sempat menyatakan bahwa kenaikan tersebut mungkin didorong oleh apresiasi investor setelah perusahaan memaparkan strategi bisnis, yang di antaranya adalah divestasi di Multifiling Mitra Indonesia Tbk (MFMI) dan ikut turun ke bisnis digital.
Akan tetapi pendorong sesungguhnya kenaikan saham MLPL adalah masuknya dua investor baru yakni Gojek melalui PT Pradipa Darpa Bangsa dan Connery Asia Limited, walaupun setelahnya Connery Asia menjual sebagian saham MLPL yang menyebabkan harganya terkoreksi sedikit.
Mahaka Radio Integra (MARI)
Peringkat ketiga diduduki oleh emiten radio milik Menteri BUMN Erick Thohir yang sejak awal tahun 2021 ini tercatat mampu tumbuh hingga 400% ke level Rp 450 per saham.
Tampaknya, pendorong utama kenaikan harga saham MARI adalah adanya suntikan sejumlah modal ventura (venture capital/VC) ke Mahaka Radio seiring dengan dibentuknya perusahaan patungan (joint venture) yang mengelola segmen konten radio digital & podcast milik MARI dengan jenama NOICE.
MARI, bersama dengan PT Quatro Kreasi Indonesia (Quatro) & PT EMT Aset Investama (EMT), membentuk joint venture dengan nama PT Mahaka Digital Inovasi (MDI), dengan MARI menguasai 75% saham MDI, sementara Quatro dan EMT masing-masing 20% dan 5%.
Quatro sendiri merupakan perusahaan rekaman bersama Musica, Aquarius Musikindo, Trinity dan MyMusic. Mereka memiliki aset musik Indonesia dengan pangsa masar sekitar 60% pasar Tanah Air.
Lalu, MDI ini menguasai 99,9% saham perusahaan rintisan (startup) podcast dan radio digital yang bernama NOICE.
Peluncuran ulang NOICE - yang telah ada sejak 2018 - ini disokong oleh perusahaan VC yang sudah malang melintang di Tanah Air, yakni perusahaan modal ventura raksasa Alpha JWC Ventures dan Kinesys Group. Tercatat portofolio investasi JWC Ventures di Indonesia termasuk Kopi Kenangan dan aplikasi Kredivo.
Prospek yang menjanjikan dan dukungan VC dan perusahaan gede inilah yang tampaknya mendorong kinerja saham MARI, kendati fundamentalnya masih jeblok, di mana MARI telah mencatatkan rugi bersih secara beruntun sejak kuartal I 2020.
Bank Jago (ARTO)
Emiten terakhir yang mampu tumbuh signifikan sejak awal tahun ini adalah penyedia layanan bank digital milik investor Jerry Ng, Bank Jago, yang tercatat sejak awal tahun mampu tumbuh hingga 310% ke level Rp 15.900 dengan kapitalisasi pasar saat ini mencapai Rp 221 triliun.
Sama seperti BBYB, kenaikan harga saham ARTO disebabkan oleh sentimen positif bank digital yang diramalkan akan menjadi pesaing bagi bank konvensional yang telah lebih dulu menguasai pasar perbankan dan jasa layanan keuangan tanah air.
Selain terkait potensi adanya investor kakap yang siap membeking ekspansi ARTO juga merupakan salah satu alasan lain. Investor tersebut adalah Gojek yang masuk lewat dompet digitalnya GoPay sebesar 21,4% dan dana abadi alias SWF Singapura, GIC yang merangkul ARTO sebanyak 9,1%.
Kehadiran Gojek sebagai pemegang saham tentu saja ini akan sangat berpengaruh terhadap ARTO mengingat sukses atau tidaknya suatu bank digital akan sangat bergantung dengan ekosistem.
Ekosistem Gojek dengan pengguna aktif bulanan sebanyak 20 juta tentu saja tidak bisa dipandang sebelah mata. Dengan adanya ekosistem ini tentu saja biaya untuk menggaet nasabah baru akan mudah ditekan. Apalagi kini Gojek dan Tokopedia telah resmi bergabung, sehingga pengguna aktif bulanannya melesat menjadi 40 juta.
Tercatat pengguna GoPay telah mencapai 10 juta pengguna aktif bulanan dimana 30% diantaranya sudah terindentifikasi secara KYC. Bahkan saat ini untuk mendaftar menjadi nasabah Bank Jago dapat dilakukan di aplikasi Gojek.
(pgr/pgr)