Korban Teriak! Tagihan Rp11 T, Wanaartha Cuma Bisa Bayar 2%

Mentari Puspadini, CNBC Indonesia
Senin, 11/12/2023 17:10 WIB
Foto: Sidang Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action) Atas Kasus Gagal Bayar Wanaartha Life. (CNBC Indonesia/Mentari Puspandini)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nasabah PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life/WAL) buka suara soal hasil neraca sementara likuidasi (NSL) Wanaartha yang menggambarkan ketidakmampuan perusahaan tersebut untuk membayar tagihan nasabah.

Diketahui, pada NSL yang tersebar di situs resminya, Tim Likuidasi mencatat aset tidak bermasalah di WAL tersisa sebesar Rp217,69 miliar. Sementara aset bermasalahnya sebesar Rp4,92 triliun.

Sementara itu, jumlah kewajiban alias liabilitas yang diberatkan ke Wanaartha Life sebesar Rp11,31 triliun yang tidak bermasalah dan Rp5,07 triliun yang bermasalah. Adapun tagihan polis nasabah WAL yang terkonfirmasi sebesar Rp11,18 triliun.


Ihwal lebih banyaknya liabiliitas dibanding aset, terdapat sekitar selisih Rp11,09 triliun dana yang masih dibutuhkan Wanaartha untuk membayar kewajiban korban. Dengan kata lain, bila mengacu perhitungan aset tak bermasalahnya, para pempol hanya bisa mendapat sekitar 2% dari total tagihannya.

Atas hal ini, para korban Wanaartha Life mengadakan pertemuan pada Sabtu, (9/12/2023). Perwakilan korban Wanaartha Life Christian pun mengemukakan beberapa poin yang dipertanyakan oleh para korban.

Para korban memertanyakan biaya likuidasi terlalu besar, yaitu Rp38 miliar. Hal ini dianggap memberatkan pemegang polis dan tidak sesuai dgn pasal 20 ayat 3 pojk 28-2015.

"[Dalam POJK] tentang remunerasi tim likuidasi, disitu jelas ditulis mempertimbangkan jumlah aset dan kewajiban Ini aset yang mau dibagikan Rp190 miliar dan kewajiban Rp11 triliun, masa minta remunerasi Rp38 miliar?" ungkap Christian kepada CNBC Indonesia, pada Senin, (11/12/2023).

Di poin kedua, pemegang polis menuntut transparansi jumlah tagihan pempol. Mengingat, masih ada beberapa pempol yang mengaku polisnya tidak terverifikasi.

Selanjutnya, para pempol tidak setuju bahwa uang aset yang tersedia sebanyak Rp190 miliar mesti dipotong terlebih dahulu dengan biaya gaji pegawai dan tagihan pihak lainnya.

"Bukankah berdasarkan peraturan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 pasal 52 ayat 2 , jadi semestinya hak pemegang polis dahulu dibayarkan baru bayarkan ke pegawai dan lainnya?" tanya Christian.

Para korban Wanaartha pun tidak setuju dengan skema voting, dimana yang setuju dengan hasil NSL lah yang menerima hasil likuidasi. Para pempol pun menghendaki bahwa tidak boleh ada permintaan ke Pempol untuk menandatangani surat pernyataan tidak akan menuntut perdata dan atau pidana kepada pihak WAL.


(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Banyak Orang RI Yang Belum Kenal & Pakai Asuransi, Solusinya?