Ini Alasan Bank Asia Kian Agresif Tendang Bank Barat di RI
Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam beberapa waktu terakhir perusahaan asal Eropa, Amerika Serikat, hingga Australia keok dalam persaingan perbankan di Indonesia.
Kemarin, Rabu (7/12/2023), PT UOB Indonesia pada Rabu (6/12/2023) mengumumkan penyelesaian akuisisi bisnis perbankan konsumer Citigroup di Indonesia serta integrasi penuh aset dan liabilitasnya. Direktur Utama UOB Indonesia Hendra Gunawan mengungkapkan biaya akuisisinya sekitar Rp1 triliun.
Selain UOB Indonesia, bank milik Grup MUFG PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN) pekan ini menyelesaikan proses akuisisi kredit ritel milik Standard Chartered Bank Indonesia (SCBI).
Beberapa tahun lalu, PT Bank ANZ Indonesia resmi melepas bisnis ritel mereka kepada PT Bank DBS Indonesia asal Singapura. Lini bisnis yang dilepas melingkupi kredit ritel dan layanan dana nasabah kaya atau wealth management. Tidak hanya di Indonesia, ANZ menjual lini bisnis miliknya itu di Singapura, Hong Kong, Cina, dan Taiwan.
Langkah yang lebih ekstrem diambil oleh Commonwealth Bank Australia (CBA) yang melepas PT Bank Commonwealth kepada PT OCBC NISP Tbk (NISP) pada tahun ini. Commonwealth menyebut penjualan saham ini sejalan dengan strategi grup untuk menjadi lebih efisien dan lebih baik dengan berfokus pada bisnis domestik di Australia dan New Zealand.
Sebelumnya, aksi korporasi serupa juga dilakukan oleh PT Rabobank Internasional Indonesia. Rabobank Group asal Belanda memutuskan melepas asetnya di Indonesia PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA).
Strategi itu juga diikuti oleh The Royal Bank of Scotland N.V. (RBS). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha kantor cabang bank asing asal Skotlandia tersebut pada 2018. Hal ini dilakukan atas permintaan kantor pusat RBS di Belanda yang disampaikan pada OJK pada 1 November 2016.
Sementara itu, sejumlah bank dari kawasan Asia merangsek masuk ke industri keuangan Tanah Air. Sebut saja MUFG mengakuisisi PT Bank Danamon Tbk pada 2018. Kemudian pada 2019 Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC) resmi menguasai 96,9 persen saham PT Bank BTPN Tbk.
Setahun setelahnya, bank asal Korea Selatan Kookmin mendapatkan izin dari OJK menjadi pemegang saham pengendali PT Bank KB Bukopin Tbk. (BBKP). Pada tahun yang sama atau 2020, Bangkok Bank Public Company Limited resmi menyelesaikan akuisisi 89,12% saham PT Bank Permata Tbk. (BNLI).
Dengan demikian, perbankan regional semakin agresif dalam bisnis consumer di Indonesia. Persaingannya pun akan semakin tinggi.
CEO Citi Indonesia Batara Sianturi menjelaskan bahwa ada pembagian pasar perbankan di Indonesia. Secara umum, ada dua segmen besar yang dilayani perbankan di negara ini, yakni ritel dan korporasi.
Bisnis ritel sepenuhnya milik bank lokal, sedangkan global bank memiliki kesempatan lebih besar mengisi ceruk pasar korporasi. Bank di regional yang sama berada di tengahnya atau dapat melayani bisnis ritel dan juga korporasi. Pasalnya bank regional mengalokasikan capital secara khusus untuk menjadi full service bank.
Di Citi Indonesia, dari segi pendapatan, bisnis ritel dan korporasi memiliki kontribusi yang seimbang. "Tapi untuk profit, lebih profitable institutional banking, karena consumer, expense lebih besar," kata Batara yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Bank Asing Indonesia (Perbina) dalam Power Lunch, CNBC Indonesia, Rabu (29/11/2023).
Lebih lanjut, Batara menjelaskan sejumlah bank regional yang agresif masuk ke Indonesia tercatat memiliki pasar yang terbilang jenuh di negara asalnya.
Sementara itu, berdasarkan data OJK, penyaluran kredit dari kantor cabang bank asing di Indonesia turun 4,7% secara tahunan (yoy) per September 2023 menjadi Rp 75,94 triliun. Pada periode yang sama, laba kantor cabang bank asing tumbuh dua kali lipat atau 111,6% yoy menjadi Rp 8,47 triliun.
Direktur Consumer Banking UOB Indonesia Henry Choi mengaku dirinya tidak kaget. Choi menyebut Asia Tenggara merupakan 'masa depan' karena kawasan tersebut memiliki pertumbuhan populasi dan produk domestic bruto yang baik. Tak terkecuali Indonesia.
"Jadi saya tidak kaget investor-investor lain akan melihat Indonesia dan memikirkan rencana merger dan akuisisi," kata Choi di Konferensi Pers Akuisisi Bisnis Consumer Citibank oleh UOB, UOB Plaza, Rabu (6/12/2023).
Menurutnya, bisnis ritel adalah "volume game" yang melibatkan jutaan nasabah. Untuk itu, ekosistem dengan kapabilitas digital menjadi penting. Dalam hal ini, Choi menyebut data menjadi penting.
"Pada saat saya mengetahui ekosistem nasabah, dengan sampel ukuran dan data yang cukup, kami bisa melayani nasabah secara personal, memahami kebutuhan mereka yang mengambil risiko yang seimbang," jelasnya.
Dengan begitu, UOB Indonesia dapat menghasilkan pendapatan sembari melayani nasabah degan baik. Choi mengatakan itu adalah nilai dari UOB.
(mkh/mkh)