
Likuiditas Mengetat, Bankir Teriak Soal Belanja Pemerintah

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyorot soal perputaran uang di Indonesia yang menciut tahun ini. Dia khawatir hal ini bisa mengganggu sektor riil.
Dia pun meminta agar perbankan tidak menghabiskan likuiditas untuk membeli instrumen yang diterbitkan Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), seperti Surat Berharga Negara (SBN), Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), dan sekuritas valuta asing Bank Indonesia (SVBI).
Saya mengajak seluruh perbankan harus prudent harus hati-hati tapi tolong lebih di dorong lagi kreditnya, terutama bagi UMKM," kata Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di Kantor Pusat BI, Jakarta, Rabu (29/11/2023).
Data BI menunjukkan posisi uang beredar dalam arti luas (M2) pada Oktober 2023 tercatat sebesar Rp8.505,4 triliun atau tumbuh 3,4% (year on year/yoy), setelah pada bulan sebelumnya tumbuh sebesar 6,0% yoy.
Pertumbuhan uang kuasi 7,8% yoy pada Oktober 2023, setelah bulan sebelumnya tumbuh 8,4% yoy pada September 2023.
Lebih rinci, dana pihak ketiga (DPK) perbankan secara total hanya tumbuh 3,9%yoy menjadi Rp7.982,3 triliun. Bila dibandingkan dengan bulan lalu, pertumbuhan DPK perbankan menyusut jauh.
BI melaporkan DPK naik 6,54% yoy per September 2023. Angka ini tidak jauh berbeda dengan bulan sebelumnya, yakni 6,24% yoy.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Sunarso mengatakan bahwa tahun ini likuiditas memang cenderung mengetat. Ada dua hal yang menjadi penyebabnya, yakni belanja pemerintah dan capital outflow.
Terbatasnya belanja pemerintah tercermin dalam melambatnya pertumbuhan net domestic asset (NDA). "Ini utamanya karena terbatasnya realisasi belanja pemerintah.," katanya dalam Program Power Lunch CNBC Indonesia, Kamis (30/11/2023).
Dia menjabarkan realisasi belanja pemerintah pada 2023, hingga Oktober, sebesar 73,2%. Sementara itu rata-rata belanja pemerintah 2018-2022 sebesar 74,3%.
Sementara itu capital outflow pada pasar saham dan obligasi menyebabkan net foreign asset menurun. "Capital outflow di surat berharga itu keluar US$ 0,28 miliar," katanya.
Pada akhirnya kedua hal tersebut menekan rasio simpanan terhadap kredit atau loan to deposit ratio (LDR). Per September 2023, LDR industri perbankan mencapai 84%. Padahal per Desember 2022, LDR masih kurang dari 80%.
Himpunan Bank Negara (Himbara) tercatat sebagai kelompok bank yang mengalami peningkatan LDR paling cepat. Per September 2023, LDR bank BUMN sebesar 89,31%, sedangkan pada Desember 2023 80,82%.
"Himbara LDR memang paling tinggi 89,31%. itu bukan berarti jelek. Bank Himbara di tengah likuiditas ketat tetap bank Himbara mendorong pertumbuhan karena berani menumbuhkan kredit," kata Sunarso.
Rata-rata pertumbuhan kredit bank BUMN per September 2023 sebesar 10,94%, sedangkan rata-rata industri 8,99%. Penggalangan DPK bank pelat merah juga lebih tinggi yakni 9,07% sedangkan rata-rata perbankan 6,54%.
Terpisah, Direktur PT Bank Central Asia Tbk. atau BBCA Vera Eve Lim mengatakan perlambatan pertumbuhan DPK industri, karena fenomena harga komoditas yang menurun.
"Ini pasti juga pengaruhi CASA. Jadi, inilah mempengaruhi juga pertumbuhan kredit. Jadi tahun ini memang ada fenomena harga komoditas menurun dibanding tahun lalu. Kita harapkan tahun depan ini ada harganya lebih normal dibandingkan tahun ini," kata Vera.
Dia pun berharap belanja pemerintah akan lebih cepat direalisasikan pada sisa kuartal IV tahun ini. Dengan demikian dapat mendorong pertumbuhan kredit dan perputaran uang di Indonesia.
(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos OJK Buka-bukaan Soal Kredit & Simpanan Orang RI di Bank
