Dua Faktor Ini Bikin Rupiah Lagi-Lagi Naik

rev, CNBC Indonesia
Selasa, 28/11/2023 10:48 WIB
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah pertumbuhan uang beredar arti luas (M2) merupakan terendah sepanjang sejarah dan campur tangan asing yang besar dua pekan beruntun.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah dibuka menguat di angka Rp15.455/US$ atau terapresiasi 0,22%. Penguatan ini senada dengan penguatan kemarin (27/11/2023) sebesar 0,45%.

Sementara indeks dolar AS (DXY) pada pukul 08.49 WIB turun tipis 0,03% menjadi 103,16. Angka ini lebih rendah dibandingkan penutupan perdagangan Senin (27/11/2023) yang berada di angka 103,20.


Pergerakan rupiah hari ini masih didorong akibat dana asing yang masih masuk ke pasar keuangan domestik secara dua pekan beruntun.

BI khususnya telah menunjukkan bahwa data transaksi 20 - 23 November 2023, investor asing di pasar keuangan domestik tercatat beli neto Rp7,03 triliun (beli neto Rp1,59 triliun di pasar SBN, beli neto Rp0,30 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp5,13 triliun di SRBI).

Sementara pada pekan ketiga November 2023, capital inflow pun terjadi dari asing dengan total Rp7,33 triliun.

Lebih lanjut, hasil rilis BI kemarin (27/11/2023) perihal uang beredar dalam arti luas (M2) pada Oktober 2023 tercatat tumbuh tipis 3,4% (year on year/yoy). Sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan juga hanya tumbuh tipis 3,9% secara tahunan (yoy) per Oktober 2023, menjadi Rp 7.982,3 triliun. Angka pertumbuhan tersebut turun jauh dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 6,4% yoy.

Kendati demikian, Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa likuiditas perbankan masih memadai dalam mendukung stabilitas sistem keuangan.

"Likuiditas perbankan yang tetap memadai juga didukung oleh implementasi KLM yang efektif berlaku sejak 1 Oktober 2023," katanya dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur Oktober 2023, Kamis (23/11/2023).

Hal ini mengindikasikan bahwa inflasi tampak dapat ditekan ke depannya dan jikalau mengalami kenaikan, maka seharusnya kenaikan tersebut tidak terjadi secara signifikan sehingga suku bunga BI tidak perlu dinaikkan kembali untuk mengatasi inflasi Indonesia.

Untuk diketahui, inflasi yang akan dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Jumat (1/12/2023) menunjukkan bahwa konsensus meyakini akan berada di angka 2,7% yoy atau sedikit lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yakni 2,56% yoy.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(rev/rev)
Saksikan video di bawah ini:

Video: "Syarat" Suku Bunga BI Bisa Turun Lebih Cepat Dari The Fed