
Rupiah Hantam Dolar ke Rp15.400, Ini Penjelasan & Analisanya!

Jakarta, CNBC Indonesia - Serbuan dana asing ke dalam negeri (inflow) dalam beberapa waktu terakhir mendorong penguatan tajam terhadap rupiah. Dolar Amerika Serikat (AS) bahkan kini bertengger di level Rp15.400.
"Penyebab kenapa rupiah menguat tajam karena pertama terkait inflow yang sangat deras pasar keuangan dan obligasi," ungkap Global Markets Economist Bank Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto kepada CNBC Indonesia, Senin (20/11/2023). Di samping penurunan yield surat berharga negara (SBN) sejalan dengan tren global.
Bank Indonesia (BI) merilis data transaksi 13 - 16 November 2023, investor asing di pasar keuangan domestik tercatat beli neto Rp7,33 triliun (beli neto Rp2,49 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), beli neto Rp0,87 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp3,97 triliun di Sekuritas Rupiah (SRBI).
Hal ini berkebalikan dengan data transaksi 6 - 9 November 2023 yang tercatat investor asing mencatat net sell sebesar Rp 1,27 triliun. Mereka keluar dari pasar domestik baik di pasar SBN maupun di pasar saham.
Catatan net buy sebesar Rp 7,33 triliun pada pekan ini adalah yang tertinggi sejak pekan pertama Mei 2023 atau lebih dari enam bulan terakhir.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah dibuka menguat di angka Rp15.400/US$ atau terapresiasi 0,58% dan merupakan posisi terkuat sejak 25 September 2023. Penguatan ini juga melanjutkan kenaikan di hari sebelumnya yang juga terapresiasi sebesar 0,32%.
Sementara indeks dolar AS (DXY) pada pukul 08.50 WIB turun 0,08% menjadi 103,83. Angka ini lebih rendah dibandingkan penutupan perdagangan Jumat (17/11/2023) yang berada di angka 103,91.
Hal berikutnya, kata Myrdal adalah perubahan ekspektasi pelaku pasar terhadap arah suku bunga acuan AS (Fed Fund Rate). Terutama setelah inflasi AS yang turun ke level 3,2% secara year on year (yoy) dari sebelumnya 3,7% dan ekspansi tenaga kerja yang cenderung menurun.
"Terdapat perubahan ekspektasi pelaku pasar dari sebelumnya mereka proyeksikan kenaikan bunga the fed pada Desember nanti berubah arah menjadi stay," jelasnya.
Surplus neraca perdagangan yang terus berlanjut pada Oktober 2023, kata Myrdal juga memberikan pengaruh. Dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS), surplus mencapai mencapai US$ 3,48 miliar di mana ekspor US$22,15 miliar, sementara impor US$18,67 miliar.
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk Andry Asmoro menambahkan, besarnya inflow juga dipengaruhi instrumen di dalam negeri yang semakin beragam. Salah satunya BI yang baru saja mengeluarkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
"Faktor US-nya tadi faktor push-nya sementara faktor instrumen BI-nya pull factor. Jadi kombinasi," tegas Andry kepada CNBC Indonesia.
Penguatan rupiah ke depan sangat bergantung terhadap penurunan inflasi AS dan arah kebijakan suku bunga acuan AS ke depan.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Penyebab Cadangan Devisa RI US$155,7 M: Utang Sampai Devisa Migas