
Banyak Data Penting Pekan Ini, Akankah Rupiah Lanjut Menguat?

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah data ekonomi penting dari China, AS, hingga domestik akan mempengaruhi gerak rupiah pekan ini, setelah pekan lalu rupiah bergerak paling kuat sepanjang November. Akankah penguatan ini bisa berlanjut?
Melansir data Refinitiv, rupiah ditutup di posisi Rp 15.490/US$ atau menguat tajam 0,32% dalam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan kemarin, Jumat (17/11/2023). Posisi tersebut adalah yang terkuat sepanjang bulan ini.
Dalam sepekan, rupiah menguat 1,29%. Artinya, rupiah sudah menguat selama tiga pekan terakhir atau sepanjang November ini. Hal ini berbanding terbalik dengan September-Oktober 2023 di mana mata uang Garuda melemah delapan pekan beruntun.
Melesatnya nilai tukar rupiah tak lepas dari data inflasi AS yang melandai membuat pelaku pasar berekspektasi bank sentral AS The Fed akan segera mengakhiri tren kenaikan suku bunga sehingga banyak investor yang menjual dolar AS dan membawa dananya ke Emerging Markets, seperti Indonesia. Kondisi ini membuat capital inflow mengalir deras.
Data penjualan ritel AS juga menunjukkan tren pelemahan. Secara bulanan (mtm), penjualan ritel AS terkontraksi 0,1% pada Oktober 2023, menjadi kontraksi pertama dalam tujuh bulan terakhir.
Secara tahunan, penjualan ritel juga melandai menjadi 2,5% pada Oktober 2023, terendah dalam empat bulan terakhir.
Pengajuan tunjangan pengangguran naik 13.000 menjadi 231.000 untuk pekan yang berakhir 11 November, Departemen Tenaga Kerja melaporkan pada hari Rabu waktu Indonesia. Angka tersebut merupakan tertinggi dalam tiga bulan.
Data-data tersebut semakin menegaskan jika inflasi AS memang sudah mendingin sehingga membawa harapan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan segera melunak.
Beralih pada pekan ini akan ada rilis beberapa data perekonomian yang sangat penting yang potensi mempengaruhi nilai tukar rupiah, di antaranya pengumuman suku bunga Bank Indonesia, suku bunga China, data transaksi berjalan kuartal III-2023 dan risalah pertemuan The Fed.
Pertama, suku bunga acuan pinjaman (loan prime rate/LPR) bank sentral Tiongkok(People's Bank of China/PBoC) akan ditentukan pada hari ini, Senin (20/11/2023).
Kali ini, PBOC diperkirakan akan kembali menahan LPR-nya. Sementara itu, LPR 1 tahun diperkirakan akan kembali bertahan di level 3,45%, dan LPR 5 tahun juga diperkirakan akan ditahan di level 4,2%.
PBOC sebelumnya juga telah meningkatkan injeksi likuiditas, namun mempertahankan suku bunga untuk memberikan pinjaman kebijakan jangka menengah yang akan berakhir pada Rabu lalu, sejalan dengan ekspektasi pasar.
Kemudian, akan ada risalah Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan diadakan pada Rabu pagi pekan ini. Pada pertemuan kebijakan bulan November, FOMC mempertahankan suku bunga utama tidak berubah pada 5,25 - 5,50%, sejalan dengan ekspektasi dan perkiraan pasar, dan hanya ada sedikit perubahan dalam pernyataan tersebut.
Sementara dari domestik, pada Kamis (23/11/2023), Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan keputusan suku bunga acuan terbarunya. Sebagian pelaku pasar memperkirakan BI akan tetap menahan suku bunga acuan di level 6,0% tetapi sebagian melihat BI kembali akan mengerek suku bunga acuan sebesar 25 bps ke 6,25%.
Teknikal Rupiah
Secara teknikal dalam basis waktu per jam, rupiah kini semakin kokoh dalam tren penguatan-nya, bahkan kini rupiah sudah semakin mendekati support di level psikologis Rp15.400/US$ sebagai area untuk penguatan dalam jangka pendeknya, yang lebih dekat ada juga support di Rp15.455/US$ yang merupakan low dari candle 15 November 2023.
Di lain sisi, pelaku pasar juga perlu mencermati area resistance sebagai antisipasi jika rupiah ada pembalikan arah melemah dalam jangka pendek di posisi Rp15.540/US$. Area ini didapatkan dari garis rata-rata selama 50 jam atau moving average 50 (MA50).
![]() Rupiah melawan dolar AS dalam basis waktu per jam |
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tunggu Rilis Data Inflasi, Kuatkah Rupiah Hari Ini?