Klaim Pengangguran AS Makin Banyak, Dolar Turun ke Rp15.500

rev, CNBC Indonesia
17 November 2023 09:22
Penukaran uang dolar (AS) dan rupiah di Valuta Inti Prima (VIP) Money Changer, Menteng, Jakarta, Rabu (11/10/2023). (CNBC Indonesia/ Faisal Rahman)
Foto: Penukaran uang dolar (AS) dan rupiah di Valuta Inti Prima (VIP) Money Changer, Menteng, Jakarta, Rabu (11/10/2023). (CNBC Indonesia/ Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pasca data ketenagakerjaan AS tercatat semakin mendingin dan berimplikasi inflasi AS ke depannya semakin melandai.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah dibuka menguat angka Rp15.500/US$ atau terapresiasi 0,25%. Penguatan ini berkebalikan dengan pelemahan yang terjadi kemarin (16/11/2023) sebesar 0,06%.

Sementara indeks dolar AS (DXY) pada pukul 09.02 WIB turun tipis 0,01% menjadi 104,34. Angka ini lebih rendah dibandingkan penutupan perdagangan Kamis (16/11/2023) yang berada di angka 104,35.

Fluktuasi rupiah hari ini dipengaruhi oleh rilisnya data klaim pengangguran AS kemarin malam (16/11/2023).

Pengajuan tunjangan pengangguran naik 13.000 dari 218.000 menjadi 231.000 untuk pekan yang berakhir 11 November 2023. Angka tersebut merupakan tertinggi dalam tiga bulan. Permohonan klaim pengangguran dipandang mewakili jumlah PHK pada minggu tertentu.

Sementara itu, jumlah orang yang mengumpulkan tunjangan pengangguran di AS meningkat selama delapan minggu berturut-turut ke angka tertinggi dalam tujuh bulan sebesar 1,86 juta dari yang sebelumnya 1,83 juta.

Peningkatan bertahap dalam klaim yang berkelanjutan ini merupakan tanda bahwa masyarakat membutuhkan waktu lebih lama untuk mendapatkan pekerjaan baru.

Selain itu, kenaikan klaim pengangguran ini juga mengindikasikan bahwa data ketenagakerjaan AS sudah mulai mendingin yang mendukung landainya inflasi ke depannya dan menekan pertumbuhan ekonomi AS.

Sebagai informasi, AS telah melaporkan inflasi mereka melandai tajam ke 3,2% (year on year/yoy) pada Oktober 2023, dari 3,7% (yoy) pada September.

Hal ini kemudian disambut positif oleh pasar dengan keyakinan para pelaku pasar bahwa bank sentral AS (The Fed) tidak akan kembali menaikkan suku bunganya di pertemuan mendatang.

Untuk diketahui, The Fed sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 525 bps menjadi 5,25-5,50% yang telah mengerem perekonomian dan pasar tenaga kerja selama hampir dua tahun serta membendung tingginya inflasi pasca perang Rusia-Ukraina. Alhasil, bank sentral menaikkan suku bunga acuannya sebanyak 11 kali sejak Maret 2022 sebagai bagian dari upaya tersebut.

Lebih lanjut, harga minyak yang menjadi salah satu pendorong kenaikan inflasi juga menunjukkan pelandaian belakangan ini.

Harga minyak pada perdagangan Kamis (16/11/2023) anjlok berjamaah. Dimana minyak WTI terjun 4,83% di posisi US$72,96 per barel dan minyak brent jatuh 4,52% di posisi US$77,51 per barel.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(rev/rev)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Segini Harga Jual Beli Kurs Rupiah di Money Changer

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular