
Investor Wait and See Lagi, Bursa Asia Dibuka Tak Kompak

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung bervariasi pada perdagangan Senin (13/11/2023), karena investor menantikan lebih banyak data ekonomi menjelang pembicaraan penting antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Per pukul 08:31 WIB, indeks Nikkei 225 Jepang menguat 0,46%, Hang Seng Hong Kong bertambah 0,54%, dan Shanghai Composite China naik 0,18%.
Sedangkan untuk indeks KOSPI Korea Selatan dan ASX 200 Australia melemah 0,14%.
Pejabat AS menyebut Presiden AS, Joe Biden dan Presiden China, Xi Jinping akan bertemu pada pekan ini. Keduanya disebut akan membahas hubungan dua negara itu.
Dilansir dari AFP, Jumat lalu, pertemuan itu disebut akan berlangsung di San Francisco pada 15 November 2023.
Pertemuan tersebut, yang sebelumnya belum dikonfirmasi, diperkirakan tidak akan menghasilkan kesepakatan besar. Namun, pertemuan itu disebut bertujuan untuk menghindari konflik antara China dan AS
Biden dan Xi juga disebut akan membahas sol krisis global yang mendesak seperti perang Israel-Hamas dan invasi Rusia ke Ukraina. Selain itu, terdapat ketegangan terkait Taiwan yang menjadi titik konflik.
Adapun kedua pemimpin itu terakhir bertemu pada November 2022 di Bali, Indonesia. Setelah itu, hubungan kedua negara menjadi kembali buruk.
Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang terpantau beragam terjadi di tengah bergairahnya bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street pada perdagangan akhir pekan lalu.
Pada perdagangan Jumat pekan lalu, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutupmelesat 1,15%, S&P 500 melonjak 1,56%, dan Nasdaq Composite berakhir terbang 2,05%.
Meski ada kemungkinan bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan kembali menaikkan suku bunga acuannya pada pertemuan Desember mendatang, tetapi investor cenderung ragu pada hal tersebut.
Bahkan, keraguan investor terjadi setelah Ketua The Fed, Jerome Powell memperingatkan bahwa kebijakan moneter yang lebih ketat mungkin diperlukan untuk mengendalikan inflasi.
Pernyataan Powell pada hari Kamis bahwa perjuangan untuk memulihkan stabilitas harga "masih panjang" pada awalnya mengguncang pasar.
Namun pasar tenaga kerja yang lebih lemah seperti yang terlihat dalam laporan pengangguran minggu lalu dan spekulasi bahwa indeks harga konsumen (consumer price index/CPI) minggu ini akan menunjukkan inflasi yang lebih lambat mendorong para pembeli untuk mengambil tindakan.
Banyak investor yang menerima anggapan bahwa suku bunga AS telah mencapai puncaknya setelah The Fed mempertahankan suku bunga pinjaman tetap stabil pada minggu lalu, sebuah langkah yang memperkuat spekulasi bahwa siklus pengetatan telah berakhir dan mendorong reli aset-aset berisiko hingga perdagangan Kamis kemarin.
Keraguan investor tercermin pada perangkat CME FedWatch, di mana 85,9% pelaku pasar meyakini bahwa The Fed akan menahan kembali suku bunganya di 5,25%-5,5% pada pertemuan Desember 2023.
CPI inti AS periode Oktober secara bulanan diperkirakan meningkat 0,3%, dengan kenaikan secara tahunan sebesar 4,1%, menurut analis Reuters. Perkiraan kenaikan keduanya sama dengan September 2023.
Namun sentimen konsumen AS turun untuk bulan keempat berturut-turut pada bulan November 2023 dan ekspektasi rumah tangga terhadap inflasi kembali meningkat, dengan perkiraan tekanan harga jangka menengah berada pada titik tertinggi lebih dalam dari belasan tahun.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi
