IHSG Makin Ambles, 7 Saham Ini Biang Keroknya
Jakarta, CNBC Indonesia - Koreksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) makin dalam pada perdagangan sesi II Selasa (7/11/2023), di tengah aksi profit taking investor setelah selama tiga hari beruntun IHSG menguat.
Per pukul 14:57 WIB, IHSG merosot 0,97% ke posisi 6.812,137. IHSG sepertinya gagal untuk mencoba menembus kembali level psikologis 6.900 pada pagi hari ini.
Nilai transaksi indeks di sesi II hari ini sudah mencapai sekitaran Rp 27 triliun dengan melibatkan 22 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 922.656 kali. Sebanyak 169 saham terapresiasi, 373 saham terdepresiasi dan 209 saham stagnan.
Secara sektoral, seluruh sektor saham RI pada hari ini terkoreksi, dengan konsumer non-primer dan energi menjadi pemberat terbesar IHSG di sesi II, masing-masing 1,72% dan 1,63%.
Selain itu, beberapa saham juga memperberat IHSG pada sesi I hari ini. Berikut saham-saham yang menjadi laggard IHSG pada sesi I hari ini.
Emiten | Kode Saham | Indeks Poin | Harga Terakhir | Perubahan Harga |
Bank Mandiri (Persero) | BMRI | -11,40 | 5.825 | -1,69% |
Telkom Indonesia (Persero) | TLKM | -9,36 | 3.570 | -2,19% |
Bank Central Asia | BBCA | -6,87 | 8.950 | -1,10% |
Astra International | ASII | -5,64 | 5.775 | -2,53% |
GoTo Gojek Tokopedia | GOTO | -4,14 | 75 | -1,32% |
Adaro Energy Indonesia | ADRO | -2,93 | 2.440 | -3,56% |
Bayan Resources | BYAN | -2,84 | 18.500 | -1,07% |
Sumber: Refinitiv & RTI
Dua saham perbankan raksasa menjadi pemberat IHSG pada sesi II hari ini, yakni PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) hingga mencapai 11,4 indeks poin dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar 6,9 indeks poin.
Selain itu, saham telekomunikasi berkapitalisasi pasar besar yakni PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) juga menjadi laggard IHSG hari ini, yakni sebesar 9,4 indeks poin.
Di lain sisi, investor juga sepertinya mulai menimbang dari rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2023 yang berada di bawah 5%.
Data yang dirilis kemarin oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia melandai dan untuk pertama kalinya sejak kuartal III-2021 berada di bawah 5%.
BPS mengumumkan pertumbuhan ekonomi pada periode itu tumbuh 4,94% secara tahunan (year-on-year/yoy), sedangkan secara kuartalan (quarter-to-quarter/qtq) tumbuh 1,60%, dan secara kumulatif tumbuh 5,05%.
Selain itu, investor juga memantau rilis data cadangan devisa (cadev) RI pada Oktober 2023 yang terpantau kembali melandai. Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Oktober 2023 sebesar US$ 133,1 miliar, menurun dibandingkan bulan sebelumnya US$ 134,9 miliar.
Berdasarkan siaran pers pagi hari ini, penurunan posisi cadangan devisa sebesar US$ 1,8 miliar antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah sebagai langkah antisipasi dampak rambatan sehubungan dengan semakin meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.
Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau 5,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
"Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,".
Meski begitu, ke depan, BI memandang cadangan devisa akan tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan respons bauran kebijakan yang ditempuh BI dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Sementara dari global, China telah merilis data perdagangannya periode Oktober 2023 pada pagi hari ini. Berdasarkan data dari Bea Cukai China, ekspor dalam dolar Amerika Serikat (AS) turun 6,4% pada Oktober dibandingkan tahun lalu. Angka tersebut lebih buruk dari perkiraan penurunan sebesar 3,3% berdasarkan survei Reuters.
Namun, impor China naik 3% pada Oktober dibandingkan tahun lalu. Hal ini berbeda dengan perkiraan Reuters yang memperkirakan penurunan sebesar 4,8% dibandingkan tahun lalu.
Dengan impor China yang makin membaik, maka Indonesia dapat diuntungkan karena permintaan terhadap barang dari Indonesia akan terus mengalami perbaikan dan tentunya berdampak kepada perekonomian Tanah Air.
CNBC INDONESIA RESEARCH
market@cnbcindonesia.com
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)