
OJK Ingatkan Hantu yang Bayangi Investasi Industri Asuransi

Jakarta, CNBC Indonesia - Suku bunga acuan BI-7 days reverse repo rate resmi naik menjadi 6%. Kenaikan bunga ini menjadi sinyal waspada bagi industri asuransi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan, kenaikan BI Rate akan meningkatkan yield SBN sehingga berdampak pada penurunan nilai aset investasi perusahaan asuransi khususnya investasi pada SBN yang dimiliki saat ini. Namun, OJK melihat kemungkinan terjadinya masih minim.
"Namun secara umum kondisi investasi asuransi masih cukup dapat menyerap risiko kenaikan BI Rate ini," ungkap Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan dana Pensiun OJK, dikutip dari keterangan tertulis pada Senin, (6/11/2023).
Lebih lanjut, Ogi melihat kenaikan BI rate secara terus menerus, masih dapat ditolerir selama kenaikan tidak terlalu drastic. Namun demikian, hal ini akan mempengaruhi likuiditas pasar dalam kurun waktu tertentu, yang mungkin dapat berpengaruh kepada kinerja industri asuransi.
Oleh karenanya, pelaku industri asuransi asuransi diprediksi akan cenderung bersikap wait and see dalam memutuskan aksi investasi.
Namun, selain faktor kenaikan suku bunga, OJK meminta perusahaan asuransi untuk memperhatikan kondisi geopolitik dan terjadinya konflik di timur tengah, perkembangan kondisi ekonomi China dan peningkatan harga komoditas dan pangan dunia yang bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional dan pergerakan pada pasar keuangan.
"Sehingga untuk jangka waktu menengah perlu diwaspadai kenaikan risiko investasinya," tutur Ogi.
Dalam hasil rapat Dewan Komisioner OJK September lalu, disebutkan, portofolio investasi yang dimiliki oleh Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) mayoritas ditempatkan pada instrumen Surat Berharga Negara (SBN) dan obligasi investasi.
Portofolio investasi yang dimiliki oleh PPDP pada instrumen SBN, sebesar Rp 898,17 triliun atau setara dengan 46,8%. Sementara dana investasi di pasar saham sebesar Rp 267,68 triliun atau setara dengan 14,02% dari total investasi.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan kenaikan suku bunga BI ini untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah dari dampak meningkat tingginya ketidakpastian global, serta sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor atau imported inflation.
"Sehingga inflasi tetap terkendali dalam sasaran 3% plus 1% pada 2023 dan 2,5% plus minus 1% pada 2024," kata Perry saat konferensi pers di kantornya pada Kamis (19/10/2023).
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: OJK Bakal Terbitkan Aturan Asuransi Wajib, Ini Daftarnya!