
Patahkan Tren Pelemahan, Rupiah Menguat Gegara Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah arus dana asing kembali balik mengalir ke domestik pekan lalu.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup di angka Rp15.885/US$ atau menguat 0,31%. Hal ini mematahkan tren pelemahan beruntun yang terjadi selama tiga hari terakhir sejak 25 Oktober 2023.
Sementara indeks dolar AS (DXY) pada pukul 15.22 WIB menguat sebesar 0,10% menjadi 106,67. Angka ini lebih tinggi dibandingkan penutupan perdagangan kemarin (27/10/2023) yang berada di angka 106,56.
Rupiah ditutup menguat pada penutupan perdagangan hari ini setelah Bank Indonesia (BI) merilis data transaksi 23-26 Oktober 2023, investor asing di pasar keuangan domestik tercatat beli neto Rp1,04 triliun dengan rincian investor asing mencatat net sell sebesar Rp 2,57 triliun di pasar saham tetapi sudah melakukan net buy sebesar Rp 2,18 triliun di pasar SBN serta net buy di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp1,44 triliun.
Selain itu, pada Rabu (1/11/2023), Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data inflasi Oktober 2023 yang diproyeksikan masih tetap rendah meskipun inflasi bisa naik pada Oktober tahun ini. Terlebih, harga bahan pangan banyak yang melonjak mulai dari beras, bawang merah, cabai, hingga telur ayam.
Untuk diketahui, inflasi Indonesia ke 2,28% (year on year/yoy) tetapi naik secara bulanan (month to month/mtm) 0,19% pada September 2023.
Dengan tingkat inflasi yang diproyeksikan masih tetap rendah, maka investor cenderung menilai bahwa kondisi saat ini masih sesuai dengan target dari BI sendiri yakni di rentang 2-4% pada 2023. Alhasil ini menjadi sentimen positif bagi market.
Kendati demikian, masih terdapat tekanan khususnya yang datang dari luar negeri, baik dari Hamas-Israel maupun Amerika Serikat (AS).
Tensi geopolitik yang semakin tinggi antara Israel dan Hamas meletus, menyusul perang Rusia dan Ukraina yang juga belum berakhir.
"Risk geopolitik juga meningkat seiring konflik Gaza antara Israel dan Hamas yang berpotensi mengganggu perekonomian dunia signifikan, apalagi ada eskalasi Timur Tengah," papar Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar.
Lebih lanjut, Amerika Serikat (AS) masih tumbuh positif hingga kuartal III-2023, sejalan dengan data tenaga kerja yang semakin menguat dan inflasi tinggi. Dengan demikian, potensi kenaikan suku bunga acuan AS masih tinggi.
"Hal ini mendorong sell off atau aksi jual di pasar obligasi AS. Sejalan dengan meningkatnya ekspektasi itu, dan juga peningkatan pasokan US Treasury, untuk biaya defisit di Amerika Serikat," ungkapnya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Segini Harga Jual Beli Kurs Rupiah di Money Changer