RI Mau Kaji Blue Bonds Guna Dorong Pasar Modal Berkelanjutan

Zefanya Aprilia, CNBC Indonesia
19 October 2023 13:35
ASEAN Capital Market Forum 2023. (CNBC Indonesia/Zefanya Aprilia)
Foto: ASEAN Capital Market Forum 2023. (CNBC Indonesia/Zefanya Aprilia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Senior Director Asian Development Bank (ADB) Christine Engstrom mengatakan pasar utang ekuitas obligasi berkelanjutan Asia Tenggara (ASEAN) masih perlu diperbesar. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan pendanaan bagi perekonomian ASEAN untuk berbagai tujuan keberlanjutannya.

Ini ia sampaikan dalam kata sambutannya di ASEAN Capital Markets Forum International Conference 2023 yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Bali, 17 Oktober 2023 lalu.

Bersamaan dengan hal itu, Engstrom mengungkapkan bahwa ASEAN mengalami peningkatan dalam ukuran kesepakatan dan tenor serta perluasan ragam obligasi berkelanjutan. Obligasi keberlanjutan kini mencakup green bonds, social bonds, sustainability bonds, obligasi terkait sustainability, dan transition bonds. Engstrom pun menyebut akan ada juga blue bonds atau obligasi biru baru yang akan diterbitkan.

Sebagai informasi, blue bonds adalah obligasi atau surat utang yang berwawasan kelautan. Konsepnya hampir mirip dengan green bonds.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi mengatakan bahwa semua peluang terkait pasar modal berkelanjutan harus ditelusuri lebih lanjut.

"Blue bond ya tentunya, semua opportunity itu kita harus explore. Apalagi kita terkait dengan kelautan, kita cukup luas ya," ujar Inarno pada saat Press Conference ACMF di Hotel Padma Legian, Bali, Selasa (17/10/2023) lalu.

Pada Mei 2023 lalu, Indonesia telah menerbitkan Blue Bond pertama di pasar obligasi Jepang, mengumpulkan 20,7 miliar Yen (US$150 juta). Obligasi tersebut diterbitkan dengan tenor 7 tahun dan 10 tahun, dengan kupon masing-masing 1,2% dan 1,43%.

Penerbitan ini menandai Sovereign Blue Bond pertama di dunia yang ditawarkan kepada publik, yang selaras dengan prinsip-prinsip International Capital Market Association (ICMA). Hasil dari penerbitan obligasi ini disebut akan memberikan dorongan untuk ekonomi biru Indonesia, termasuk perlindungan pesisir, pengelolaan dan budidaya perikanan yang berkelanjutan, konservasi keanekaragaman hayati laut, dan rehabilitasi mangrove.

Namun begitu, Inarno mengaku ACMF meeting tahun ini yang diketuai OJK tidak membahas soal blue bonds. Melainkan, para regulator pasar modal dari 10 negara ASEAN itu membahas soal green bond, sustainable bond, sustainability bond, dan sustainable green bond.

Ketetapan soal ragam obligasi berkelanjutan tersebut akan diatur Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 18 Tahun 2023 tentang Penerbitan Efek Bersifat Utang dan Sukuk Berlandaskan Keberlanjutan yang akan diterbitkan. Inarno mengatakan dalam POJK tersebut, pihaknya menambahkan obligasi berkelanjutan yang bersifat syariah juga.

OJK mengungkapkan perusahaan BUMN yang bergerak dalam pembiayaan sekunder perumahan PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF telah mendaftarkan diri untuk menerbitkan social bonds (obligasi sosial). SMF akan menjadi perusahaan pertama yang menerbitkan social bonds di Indonesia.

"Bergabung bersama kami hari ini adalah PT Sarana Multigriya Finansial (Persero), yang siap membuat sejarah dengan ikatan sosial pertama di Indonesia, yang memungkinkan perusahaan memenuhi komitmennya dalam membangun rumah dan mengubah kehidupan banyak orang," kata Inarno di acara yang sama.

Sementara itu, Direktur Utama SMF Ananta Wiyogo menyebut penerbitan social bond perusahaan ini dilakukan dalam seiring dengan Indonesia yang sedang mengarah ke keuangan berkelanjutan. Didukung Asian Development Bank (ADB), SMF akan menerbitkan model instrumen baik konvensional maupun syariah, yakni social bond dan sukuk musyarakah.

"Jumlah maksimum untuk bayangan konvensional adalah setara dengan sekitar Rp 8 triliun dan sekitar USD 530 juta dan syariahnya Rp 1,5 triliun kurang lebih USD 100 juta," pungkas Ananta.

Ia melanjutkan, 100% dari dana yang diperoleh akan digunakan untuk mendukung Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi pemerintah bagi masyarakat berpenghasilan rendah lantaran kekurangan kepemilikan rumah (backlog) di Indonesia sudah mencapai 12,7 juta.

Untuk diketahui, Engstrom menjabarkan bahwa jumlah total utang berkelanjutan setiap tahunnya meningkat. Namun, pasar ekuitas obligasi berkelanjutan ASEAN masih perlu ditingkatkan.

"Dari $0,25 miliar pada tahun 2016 menjadi $6,75 miliar pada tahun 2021, sehingga total utang berkelanjutan menjadi sekitar $24 miliar, dan ini merupakan angka yang sangat mengesankan. Tapi jalan kita masih panjang," kata Engstrom.


(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: OJK Soroti Ketahanan Bisnis Asuransi, Pembiayaan & Dapen

Next Article Rekor! ADB Raih US$1,42 M untuk Bantu Negara di Asia Pasifik

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular