China Melambat, Rupiah Tetap Kuat! Ini Penyebabnya

rev, CNBC Indonesia
Selasa, 17/10/2023 16:14 WIB
Foto: Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Dolar Asia, Melawai, Blok M, Jakarta, Selasa, (3/10). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) disaat neraca dagang mengalami surplus yang besar serta tekanan dari China.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup di angka 15.710/US$ atau menguat 0,03% terhadap dolar AS. Posisi ini berkebalikan dengan pelemahan yang terjadi penutupan perdagangan kemarin (16/10/2023) sebesar 0,22%.

Sementara indeks dolar AS (DXY) pada Selasa (17/10/2023) pukul 14.51 WIB, berada di posisi 106,29 atau naik tipis 0,05% jika dibandingkan penutupan perdagangan Senin (16/10/2023) yang ditutup di angka 106,24.


Pergerakan rupiah hari ini didorong oleh hasil impor Indonesia mengalami kelesuan baik secara bulanan maupun tahunan serta neraca dagang yang mengalami surplus lebih besar dibandingkan periode sebelumnya.

Indonesia mencatatkan surplus US$3,42 miliar pada September 2023, atau lebih tinggi dibandingkan pada Agustus 2023 yang tercatat US$3,12 miliar.

Nilai ekspor Indonesia September 2023 mencapai US$20,76 miliar atau turun 5,63% (month to month/mtm) dan jeblok 16,17% (year on year/yoy). Nilai impor Indonesia tercatat US$17,34 miliar, turun 8,15% (mtm) dan jeblok 12,45% (yoy)

Kendati terjadi penguatan, namun tekanan terhadap mata uang Garuda tidak terhindarkan. Pasalnya selisih antara US Treasury tenor 10 tahun dengan SBN tenor 10 tahun sudah semakin tipis atau sekitar 202 basis poin (bps). Hal ini membuat tekanan jual oleh investor asing terhadap pasar keuangan domestik masih cukup kental.

Sementara itu, melihat kondisi saat ini, Bank Indonesia (BI) diproyeksikan masih akan tetap menahan suku bunganya di angka 5,75% pada Kamis (19/10/2023). Pelaku pasar perlu mencermati hasil resmi kebijakan BI ini karena akan menentukan kestabilan rupiah dan pertumbuhan ekonomia Indonesia ke depannya.

Beralih ke Asia, China sebagai negara dengan perekonomian terbesar di Asia dan merupakan negara dengan tujuan ekspor terbesar Indonesia diproyeksikan mengalami kemunduran perihal pertumbuhan ekonominya.

Konsensus berekspektasi bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) China berada di angka 4,4% atau lebih rendah dibandingkan kuartal-II 2023 yakni di angka 6,3%.

Perlambatan ekonomi China dapat berdampak kepada perekonomian Indonesia yang juga berpotensi melambat dan mengganggu pasar keuangan domestik.

CNBC INDONESIA RESEARCH

research@cnbcindonesia.com


(rev/rev)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS