
Minyak Melonjak Lagi Usai Serangan Darat Israel

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia kompak dibuka menguat pada perdagangan Senin (16/10/2023) setelah Israel memulai serangan darat ke Gaza.
Hari ini harga minyak mentah WTI dibuka menguat 0,03% di posisi US$87,72 per barel, begitu juga dengan minyak mentah brent dibuka naik 0,10% ke posisi US$90,98 per barel.
Pada perdagangan Jumat (13/10/2023), harga minyak mentah WTI ditutup melonjak 5,77% di posisi US$87,69 per barel, begitu juga dengan minyak mentah brent ditutup naik 5,69% ke posisi US$90,89 per barel.
Harga minyak melonjak hampir 6% pada hari Jumat, dengan Brent membukukan kenaikan mingguan tertinggi sejak Februari, karena investor memperkirakan konflik di Timur Tengah dapat meluas ketika Israel memulai serangan darat di Jalur Gaza.
Pengumuman Israel menandai peralihan dari perang udara ke operasi darat untuk membasmi Hamas seminggu setelah kelompok militan Palestina mengamuk di Israel selatan.
Konflik di Timur Tengah berdampak kecil terhadap pasokan minyak dan gas global, dan Israel bukanlah produsen besar. Namun, para investor dan pengamat pasar sedang mengkaji bagaimana hal ini dapat meningkat dan apa pengaruhnya terhadap pasokan dari negara-negara terdekat di kawasan penghasil minyak terbesar dunia.
Sementara itu, sejumlah warga di Gaza telah meninggalkan rumah mereka pada hari Jumat untuk melarikan diri dari serangan gencar Israel. Hal ini dilakukan setelah Israel memerintahkan lebih dari satu juta orang meninggalkan bagian utara wilayah tersebut dalam waktu 24 jam, sedangkan Hamas meminta mereka untuk tidak pergi.
Menteri Perminyakan Iran Javad Owji mengatakan pada hari Jumat harga minyak diperkirakan akan mencapai US$ 100 per barel karena situasi saat ini di Timur Tengah, menurut kantor berita kementerian SHANA.
Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian pada hari Jumat membahas konflik Israel-Hamas dengan pemimpin kelompok bersenjata Hizbullah Lebanon yang didukung Teheran, yang telah melancarkan serangan lintas batasnya sendiri terhadap Israel.
Jika AS memperketat penegakan sanksi terhadap ekspor minyak Iran karena peran mereka dalam konflik tersebut, maka pasokan minyak Iran bisa turun.
Arab Saudi menunda rencana yang didukung AS untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, menurut dua sumber yang mengetahui apa yang dipikirkan oleh Riyadh, yang menandakan adanya pemikiran ulang yang cepat mengenai prioritas kebijakan luar negerinya ketika konflik meningkat.
Hal ini mungkin berdampak pada pasokan minyak karena Arab Saudi mengatakan kepada Gedung Putih bahwa mereka bersedia meningkatkan produksi minyak awal tahun depan untuk membantu mengamankan kesepakatan tersebut.
Hal lain yang dapat mendorong kenaikan harga minyak yakni tindakan AS pada hari Kamis yang menjatuhkan sanksi pertama terhadap pemilik kapal tanker yang membawa minyak Rusia dengan harga di atas batasan harga Kelompok Tujuh sebesar US$60 per barel, sebuah upaya untuk menutup celah dalam mekanisme yang dirancang untuk menghukum Moskow atas invasinya terhadap minyak Ukraina.
Rusia adalah produsen minyak terbesar kedua di dunia dan eksportir utama, dan pengawasan yang lebih ketat dari AS terhadap pengirimannya dapat membatasi pasokan.
"Pasar minyak mengantisipasi bahwa AS akan menerapkan sanksi yang lebih ketat terhadap Rusia dan Iran, dan hal itu akan menyebabkan pengurangan pasokan," menurut Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) minggu ini mempertahankan perkiraan pertumbuhan permintaan minyak global, mengutip tanda-tanda ketahanan ekonomi dunia sepanjang tahun ini dan memperkirakan kenaikan permintaan lebih lanjut di China, importir minyak terbesar di dunia.
Dari sisi pasokan AS, para pengebor minggu ini menambahkan empat rig minyak dalam kenaikan mingguan terbesar sejak Maret, menurut Baker Hughes.
Manajer keuangan memangkas posisi net long minyak mentah berjangka AS dan opsi pada pekan hingga 10 Oktober sebanyak 39.556 kontrak menjadi 240.204 kontrak selama periode tersebut, menurut Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas AS (CFTC).
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(saw/saw)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Khawatir Perang Israel-Hamas, Minyak Lompat 1%
