Nantikan Data Inflasi AS, Rupiah Kembali Melemah Hari Ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah penantian data inflasi AS malam hari ini.
Dilansir dari Refinitiv, hari ini, Rabu (11/10/2023) pukul 09.13 WIB rupiah dibuka di angka Rp15.732/US$ atau melemah tipis 0,01% terhadap dolar AS.
Sementara indeks dolar AS (DXY) pada Rabu (11/10/2023) pukul 09.20 WIB, berada di posisi 105,77 atau melemah 0,05% jika dibandingkan penutupan perdagangan Selasa (10/10/2023) yang ditutup di angka 105,83.
Hari ini sentimen penting datang dari AS sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia, AS akan merilis Indeks Harga Produsen (IHP) yang akan menjadi indikator pelaku pasar terkait laju inflasi yang akan diumumkan besok.
Secara tahunan, inflasi harga produsen mencapai level tertinggi dalam empat bulan sebesar 1,6%, sementara tingkat inflasi inti turun menjadi 2,2%, menandai level terendah sejak Januari 2021.
Jika melihat indikator IHP AS secara tahunan, IHP telah terkendali dengan kenaikan sebesar 1,6% pada Agustus. Namun, nilai tersebut menunjukkan adanya kenaikan dari titik terendahnya pada Juni yang hanya sebesar 0,1%.
Namun, IHP Agustus secara tahunan merupakan yang tertinggi sejak April 2023. Konsensus memperkirakan IHP bulan September berada di level 1,6% atau tidak mengalami perubahan.
Sementara keesokan harinya (12/10/2023), AS akan merilis data Indeks Harga Konsumen (IHK). Untuk diketahui, IHK AS bulan Agustus masih berada di level 3,7% (yoy). Artinya, nilai tersebut masih cukup jauh dari target terkendalinya inflasi di level 2%. Inflasi yang belum terkendali memungkinkan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) belum selesai dengan kebijakan pengetatan keuangan dengan menaikkan suku bunga.
The Fed pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia juga akan merilis risalah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada pertemuan September lalu. Risalah ini akan menjadi petunjuk bagi pelaku pasar untuk memproyeksi kemana arah pergerakan kebijakan The Fed ke depan.
Seperti diketahui, pada pertengahan September lalu, The Fed memutuskan menahan suku bunga acuan di level 5,25-5,50% sesuai ekspektasi pasar. Namun, The Fed mengisyaratkan mereka akan tetap hawkish dan membuka kemungkinan kenaikan suku bunga ke depan.
Sikap pengetatan The Fed ini berpotensi semakin menekan mata uang Garuda karena investor akan cenderung keluar dari Indonesia dan berinvestasi di pasar keuangan AS dengan imbal hasil yang menarik serta keamanan yang lebih baik.
CNBC INDONESIA RESEARCH
research@cnbcindonesia.com
(rev/rev)