Analisis Teknikal

Dolar Makin Perkasa, Kuatkah Rupiah Tahan Tekanan Eksternal?

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
Selasa, 10/10/2023 08:25 WIB
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah masih tersungkur dalam melawan dolar Amerika Serikat (AS), dengan pedagang tetap waspada bahwa pelemahan masih bisa berlanjut karena tekanan eksternal masih meningkat.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup di angka Rp15.685/US$ atau melemah 0,51% terhadap dolar AS. Posisi ini berkebalikan dengan penutupan perdagangan Jumat (6/10/2023) yang menguat 0,03%. Bahkan di tengah perdagangan, rupiah sempat melemah hingga menyentuh level psikologis baru yakni Rp15.700/US$.

Pelemahan rupiah disebabkan Indeks dolar AS (DXY) tercatat kembali mengalami apresiasi dan bergerak di kisaran 106. Kenaikan indeks dolar memberikan tekanan bagi mata uang Garuda hingga terus-menerus tertekan hari demi hari.


Kondisi ekonomi AS pun saat ini masih cukup ketat karena inflasi yang diperkirakan masih cukup tinggi khususnya yang akan dirilis pekan ini. Sebagai catatan, AS mencatatkan inflasi periode Agustus 2023 naik menjadi 3,7% (year on year/yoy) dibandingkan periode Juli di angka 3,2% secara tahunan (yoy). Kenaikan harga di AS lebih tinggi dibanding perkiraan konsensus sebesar 3,6% yang dikutip dari Trading Economics.

Jika inflasi AS menurun dengan lambat atau malah naik maka artinya ekonomi AS masih panas sehingga inflasi sulit melandai dengan cepat ke target kisaran bank sentral AS (The Fed) yakni 2%.

Tak hanya itu, pada pekan ini sejumlah pidato pejabat the Fed kemudian FOMC minutes masih dinanti pasar. Kedua hal ini bakal menjadi sangat penting karena bisa memberikan gambaran lebih jelas mengenai prospek kebijakan the Fed.

Di sisi lain, saat ini posisi real rate dari suku bunga Fed Fund Rate (FFR) dan Bank Indonesia (BI) hanya tersisa 25 bps, apabila the Fed masih akan menaikkan suku bunga maka tak akan ada selisih lagi atau bisa dibilang setara.

Suku bunga BI dan the Fed yang potensi setara pada level 5,75% berisiko menimbulkan gejolak di Tanah Air. Menteri Keuangan era Presiden SBY, Chatib Basri meyakini bank sentral AS (The Fed) akan menaikkan FFR satu kali lagi tahun ini. Jika FFR meningkat dan sama dengan suku bunga BI, maka risiko arus dana keluar bisa terjadi.

"Artinya FFR mungkin akan par dengan BI rate. Dengan kondisi ini ada risiko outflow dari Indonesia. Ini menjelaskan mengapa rupiah melemah beberapa waktu terakhir," papar Chatib di laman Instagram miliknya @chatibbasri, dikutip Senin (9/10/2023).
Rovandi Analis KGI Sekuritas berpendapat serupa. Dia mengatakan jika suku bunga BI dan The Fed setara, dikhawatirkan akan banyak dana asing keluar.

"Kenapa karena par-nya terlalu kecil. Sekarang yield government bond RI dan AS tinggal beda 2,3-2,4%," ujarnya.
Jika terus suku bunga The Fed naik, ini akan menjadi tekanan bagi BI pada Oktober ini.

"BI tidak akan mau sama dengan The Fed," tegas Rovandi.

Bahkan, BI pun telah merilis capital outflow dari data transaksi 2 - 5 Oktober 2023, non residen di pasar keuangan domestik tercatat jual neto Rp2,50 triliun terdiri dari jual neto Rp2,92 triliun di pasar SBN, beli neto Rp0,02 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp0,40 triliun di SRBI.

Teknikal Rupiah

Dalam basis waktu per jam, secara teknikal pergerakan rupiah masih terus melemah mengikuti garis rata-rata selama 20 jam atau moving average 20 (MA20). Pelemahan yang terjadi kemarin, Senin (9/10/2023) bahkan sempat menguji Rp15.700/US$, posisi ini masih menjadi resistance kuat yang potensi di uji kembali apabila rupiah masih terus melemah.

Jika resistance ditembus, pelemahan ke resistance selanjutnya menggunakan level psikologis di sekitar Rp16.000 juga masih cukup memungkinkan, ini perlu diantisipasi oleh pelaku pasar.

Di sisi lain, pergerakan harga biasanya akan ada pembalikan arah dalam jangka pendek, apabila ada penguatan bisa dicermati support terdekat di posisi Rp15.660/US$ yang bertepatan dengan MA20-nya.

Foto: Tradingview
Pergerakan rupiah melawan dolar AS

CNBC INDONESIA RESEARCH

research@cnbcindonesia.com 

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.


(tsn/tsn)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS