
AS Bikin Kacau, Apa yang Bisa Selamatkan Rupiah?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah bersama dengan mata uang negara lain tengah tertekan penguatan dolar AS. Sepekan kemarin, rupiah melemah hingga ditutup di posisi Rp 15.605 per dolar AS pada Jumat (6/10/2023).
Di tengah tren itu, Bank Indonesia (BI) menjadi harapan utama untuk mengendalikan pergerakan rupiah agar tidak terdepresiasi terlalu dalam. BI diharapkan terus melaksanakan intervensi di pasar spot, DNDF, serta menbeli SBN di pasar sekunder.
"BI dari awal selalu mengatakan, kalau terjadi volatilitas yang cukup tajam, mereka pasti akan masuk," kata Head of Treasury & Financial Institution Bank Mega Ralph Birger Portiray dalam program Closing Bell CNBC Indonesia, dikutip Senin (9/10/2023).
"Kita tahu sendiri mereka dengan triple intervention baik di pasar DNDF, efek spot, maupun SBN selama ini cukup berhasil menenangkan pasar tatkala volatilitas cukup tinggi," tegasnya.
Kepala Ekonom Bank Syariah Indonesia Banjaran Surya Indrastomo menambahkan, selain dengan triple intervention, BI juga perlu memperkuat instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) untuk memikat aliran modal asing masuk ke Indonesia, sebab hingga akhir tahun menurutnya rupiah masih akan tertekan.
"SRBI saat ini sudah mencatatkan progres positif tetapi masih belum cukup untuk meredam dampak tertekannya nilai tukar, yang disebabkan karena masih minimnya minat investor asing untuk instrument tersebut. Dibutuhkan intervensi lebih kuat untuk menarik modal asing masuk kembali ke Indonesia," tegas Banjaran.
Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede juga menganggap, penguatan triple intervention dan SRBI sebagai instrumen operasi terbuka untuk menarik investor asing, juga harus diiringi dengan penguatan pengelolaan devisa hasil ekspor atau DHE melalui implementasi TD DHE Valas BI.
"Sehingga mendorong terjaganya supply valas di domestik yang berikutnya akan menopang terjaganya stabilitas rupiah," ucapnya.
Josua menilai, masih ada harapan bagi rupiah untuk rebound atau berbalik arah dari level ini degan catatan faktor eksternal, seperti kebijakan Bank Sentral AS The Fed pada pertemuan FOMC November, sudah memberikan sinyal kejelasan suku bunga acuannya memuncak dan membuka ruang pemangkasan tahun depan.
"Yang perlu diantisipasi adalah jika data-data ekonomi AS sampai akhir Oktober masih belum dapat meyakinkan the Fed untuk mengubah stance nya menjadi tidak hawkish lagi. Jika ketidakpastian tersebut belum menghilang, kami melihat pasar keuangan cenderung masih akan berfluktuasi dan rupiah akan berada dalam tren pelemahan," kata Josua.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup di angka Rp15.605/US$ per akhir pekan ini (6/10). Reli bearish rupiah terjadi sejak Mei 2023 yang konsisten terdepresiasi 5 bulan berturut-turut (1 Mei-6 Oktober 2023), sebesar 6,4%.
Posisi tersebut adalah yang terendah sejak 6 Januari 2023 atau dalam sembilan bulan terakhir. Artinya, posisi rupiah hampir menjadi yang terburuk sepanjang tahun ini.
Rupiah mengalami volatilitas cukup tinggi pada 2023. Pergerakan rupiah tahun ini berada di rentang Rp 14.665-15.630/US$.
Nilai rupiah terburuk terjadi pada awal tahun (6/1/2023) menyentuh Rp15.630/US$. Tidak lama berselang, rupiah langsung rebound pada (2/2) menjadi Rp14.875/US$.
Sekejap, rupiah kembali melemah menjadi Rp 15.445/US$ pada bulan setelahnya (10/3/2023). Rupiah kembali menguat setelahnya menjadi Rp14.665/US$ pada (28/4). Sejak Mei, rupiah menunjukkan tren pelemahan hingga mendekati level tertinggi awal tahun.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Segini Harga Jual Beli Kurs Rupiah di Money Changer
