Dolar AS Tembus Rp15.600, BI Buka-bukaan Biang Keroknya!

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
04 October 2023 10:31
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti di acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2020 di The Ritz Carlton Ballroom, Pasific Place, Jakarta, Rabu 26/2/2020. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti di acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2020 di The Ritz Carlton Ballroom, Pasific Place, Jakarta, Rabu 26/2/2020. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Deputi Gubernur Bank Indonesia Destry Damayanti buka-bukaan penyebab rupiah kini kembali terus tertekan terhadap dolar Amerika Serikat, bahkan hingga tembus Rp 15.600 per dolar AS.

Menurutnya, pelemahan yang terjadi terhadap kurs rupiah masih disebabkan memburuknya sentimen pelaku pasar keuangan terhadap kondisi perekonomian di AS.

Terutama yang diperoleh dari pernyataan anggota dewan gubernur Bank Sentral AS The Federal Reserve yang mengindikasikan tekanan terhadap perekonomian AS masih sangat besar.

"Tiap kita dengar pernyataan dari member Bank Sentral mereka itu langsung swing market gede sekali," kata Destry di Hotel Four Seasons, Jakarta, Rabu (4/10/2023).

"Itu memang di sana board membernya (The Fed) bebas sekali memberi pandangan. Ini yang menimbulkan ketidakpastian, akhirnya memengaruhi ketidakpastian ekonomi di sana dan global," tegas Destry.

Ia mencontohkan, terus bergerak tingginya indeks dolar atau DXY beberapa hari terakhir ke level 107 serta imbal hasil obligasi US Treasury 10 tahun hingga ke level 4,7% atau tertinggi sejak 2007, disebabkan pernyataan salah satu anggota dewan gubernur The Fed.

Salah satu anggota dewan gubernur The Fed itu kata dia menyatakan bahwa ada kemungkinan bagi The Fed untuk terus mempertahankan kebijakan moneter ketatnya dalam jangka waktu panjang, setelah sebelumnya pasar meyakini kenaikan Fed Fund Rate hanya terjadi pada November 2023.

"Tiba-tiba dua hari lalu salah satu board membernya menyampaikan wah ini inflasi masih tetap tinggi di atas, kita juga masih melihat beberapa leading indicators masih tinggi termasuk wage," ucap Destry.

"Jadi nampaknya The Fed harus pertahankan suku bunga tinggi dalam jangka waktu lama. Tambah lagi kalau November ada kenaikan Fed Fund Rate 25 basis points akan sama dengan BI Rate kita 5,75%," tegasnya.

Oleh sebab itu, ia menekankan bahwa pelemahan rupiah yang terjadi beberapa hari terakhir hingga tembus Rp 15.600 per dolar AS di sebabkan ketidakpastian ekonomi dan pasar keuangan global. Sedangkan kondisi di dalam negeri masih sangat baik.

"Jadi ini kondisi-kondisi global yang sebenarnya di kita everythings oke, di domestik relatif aman, kita masih bisa tumbuh 5,17 p kemarin," ucapnya.

Sebagai informasi, rupiah terpantau anjlok terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di saat indeks dolar AS (DXY) terus menerus menguat dan imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun semakin menarik minat investor.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah menembus level psikologis Rp15.600/US$ dan bahkan menyentuh angka Rp15.630/US$ atau melemah 0,39%.

DXY terpantau terus mengalami kenaikan khususnya dalam empat hari terakhir yang menguat secara konsisten dan signifikan. Pada 29 September tercatat DXY berada di angka 106,22 dan pada hari ini DXY berada di posisi 107,11 atau naik 0,83% dalam empat hari.

Apresiasi DXY telah terjadi sejak pertengahan Juli 2023 yang berada di kisaran 99,9 hingga terjadi penguatan sebesar lebih dari 7% dalam waktu kurang dari tiga bulan saja.

Tidak sampai di situ, imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun juga ikut mengalami apresiasi bahkan per hari ini menyentuh angka 4,84% atau telah naik 5,9% dari 29 September yang berada di posisi 4,57%.

Kenaikan imbal hasil AS ini semakin menarik investor untuk masuk dan memberikan capital inflow kepada AS atau dengan kata lain, negara-negara emerging market seperti Indonesia semakin ditinggalkan (terjadi capital outflow).


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Penyebab Cadangan Devisa RI US$155,7 M: Utang Sampai Devisa Migas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular