Data Ekonomi AS Kuat, Dolar Tembus Rp 15.600
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah rilis data ekonomi AS yang masih kuat dan tendensi kenaikan suku bunga AS ke depannya.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah dibuka di angka Rp15.600/US$ atau melemah 0,16% terhadap dolar AS. Hal ini melanjutkan tren pelemahan rupiah dan terjadi selama tiga hari berturut-turut.
Sementara indeks dolar AS (DXY) pada Rabu (4/10/2023) pukul 14.54 berada di posisi 107,13 atau naik 0,12% jika dibandingkan penutupan perdagangan Selasa (3/10/2023) yang berada di posisi 107.
Data perekonomian AS menjadi hal yang perlu dicermati pelaku pasar karena menjadi salah satu penggerak rupiah hari ini.
Diketahui, PMI Komposit S&P Global AS berada pada angka 50,1 pada bulan September 2023, sedikit turun dari 50,2 pada bulan Agustus, yang menunjukkan stagnasi luas dalam aktivitas di sektor swasta. Penurunan PMI Komposit S&P Global AS selama empat bulan berturut-turut dan menandakan kinerja keseluruhan terlemah sejak Februari. Pertumbuhan sektor jasa melambat ke level terendah dalam delapan bulan, sementara output manufaktur terus berkontraksi karena tingginya suku bunga dan tekanan inflasi yang terus-menerus.
Sedangkan PMI Jasa S&P Global AS turun menjadi 50,2 pada September 2023 dari 50,5 pada Agustus, di bawah ekspektasi pasar sebesar 50,6, menurut perkiraan awal. Kenaikan ini merupakan kenaikan paling lambat dalam aktivitas bisnis dalam rangkaian pertumbuhan delapan bulan.
Perusahaan-perusahaan sektor jasa mengalami penurunan yang signifikan dalam jumlah bisnis baru, menyusul tekanan terhadap daya beli konsumen akibat tingginya inflasi dan kenaikan suku bunga. Penurunan kembali pesanan ekspor baru di sektor jasa menyebabkan penurunan kecil lagi dalam total permintaan klien asing.
Sementara itu, laju peningkatan jumlah staf semakin cepat. Terakhir, penyedia layanan setidaknya merasa optimis pada tahun 2023 ketika tekanan terhadap pendapatan yang dapat dibelanjakan semakin memburuk.
Selain itu, pada Selasa (3/10/2023), AS juga melaporkan jumlah lowongan pekerjaan atau Job Openings and Labor Turnover Survey (JOLTS) mencapai 9,6 juta pada Agustus 2023, Jumlah tersebut jauh di atas ekspektasi pasar yakni 8,8 juta ataupun pada Juli yang tercatat 8,9 juta. Kondisi ini mencerminkan jika pasar tenaga kerja AS masih panas.
Masih kuatnya PMI, aktivitas jasa, serta pasar tenaga kerja AS akan semakin membuka ruang bagi bank sentral AS (The Fed) untuk mempertahankan kebijakan suku bunga ketat sehingga pasar keuangan RI akan tertekan.
Sebagai informasi, bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) berpotensi masih hawkish ke depannya karena inflasi yang dinilai akan sulit turun karena pasar tenaga masih cukup kuat dan ekonomi yang kencang.
Hal ini ditunjukkan oleh perangkat CME FedWatch yang mencerminkan bahwa 30,3% pelaku pasar meyakini bahwa The Fed akan menaikkan suku bunganya sebesar 25 basis poin (bps) pada pertemuan 1 November mendatang, sedangkan sisanya masih berekspektasi suku bunga ditahan di bulan depan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
research@cnbcindonesia.com
(rev/rev)